STRATEGI DAKWAH ISLAM DI INDONESIA
STRATEGI DAKWAH ISLAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Fatimah binti
Maimun bin Hibatullah adalah seorang mubalighoh pertama di Jawa, wafat pada
hari Jumat, 7 Rajab 475 H (2 Desember 1082 M). Batu nisannya ditulis dalam
bahasa Arab dengan huruf kaligrafi bergaya Kufi, cungkup makam berupa gedung
tembok persegi dari batu kapur putih, merupakan nisan kubur Islam tertua yang
ditemukan di Nusantara. Makam tersebut berlokasi di desa Leran, Kecamatan
Manyar, sekitar 5 km arah utara kota Gresik, Jawa Timur. Temuan batu nisan
tersebut merupakan salah satu data arkeologis yang berkaitan dengan keberadaan
komunitas Muslim pertama di kawasan pantai utara Jawa Timur.
Gaya Kufi
menunjukkan di antara pendatang di kawasan pantai tersebut terdapat orang-orang
yang berasal dari Timur Tengah yang sedang melakukan dakwah dan perdagangan,
sebab nisan kubur dengan gaya Kufi serupa juga ditemukan di Phanrang, Champa
selatan. Hubungan perdagangan Champa-Jawa Timur tersebut adalah bagian dari
jalur perdagangan komunitas Muslim pantai pada abad ke-11 yang membentang di
bagian selatan Cina, India, dan Timur Tengah.
URAIAN MATERI
A.
Strategi Dakwah Para Mubaligh dalam Penyebaran Islam ke Indonesia
Sejak masuk ke Indonesia Islam berkembang dengan pesat. Menurut para
sejarawan, Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai jalur dan strategi,
sehingga dengan cepat dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang waktu itu
masih kuat menganut agama Hindu, Budha, bahkan Animisme dan Dinamisme. Cepatnya
perkembangan Islam di Indonesia karena para mubaligh memiliki strategi yang
tepat.
Pengertian Strategi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu dan
seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi
yang menguntungkan: sebagai komandan ia memang menguasai betul -- seorang
perwira di medan perang; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus;.
Strategi, merupakan suatu cara dimana sebuah lembaga atau organisasi akan
mencapai tujuannya sesuai peluang dan ancaman lingkungan eksternal yang
dihadapi serta kemampuan internal dan sumber daya. Dengan demikian, dapat
dikatakan strategi adalah rancangan atau tujuan yang di rancang guna
mendapatkan suatu yang dicita-citakan dengan rancangan yang matang.
Strategi yang digunakan oleh para penyebar Islam pada masa awal di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Perdagangan
Pada masa permulaan,
strategi dakwah dilakukan melalui perdagangan. Dakwah melalui perdagangan ini
sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan. Mereka yang melakukan dakwah Islam, sekaligus menjadi pedagang,
bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu.
Fakta sejarah ini
didasarkan pada data dan informasi penting yang dicatat Tome Pires, bahwa para
pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir Pulau Jawa yang ketika itu
belum memeluk Islam. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan
mullah-mullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin banyak. Setelah itu
mereka menjadi komunitas muslim di lingkunganya sendiri, keislaman mereka
menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup
tinggi. Setelah memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya
muncullah kampung-kampung dan pusat kekuasaan Islam.
2. Perkawinan
Dalam perkembangan
selanjutnya, tersebarnya Islam di Indonesia tidak lepas dari hubungan
perkawinan antara wanita Muslim dengan keturunan Raja atau bangsawan lokal.
Hanya saja putra raja atau bangsawan harus memeluk Islam terlebih dahulu,
begitu sebaliknya, perkawinan terjadi antara seorang mubaligh dengan putri raja
atau bangsawan. Melalui jalur perkawinan, para menyebar Islam melakukan
perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalaui jalur perkawinan, mereka telah
menanamkan cikal bakal kader-kader Islam di lingkungan masyarakat.
Contoh perkawinan
yang memberikan pengaruh besar dalam proses islamisasi/dakwah Islam di
antaranya Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati
dengan putri Kawunganten, perkawiana Brawijaya dengan Putri Campa yang melahirkan
Raden Fatah yang kelak menjadi raja Demak.
3. Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga
yang menikahi puteri-puteri bangsawan setempat. Tasawuf yang diajarkan kepada
penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya
menganut agama Hindu sehingga agama Islam mudah dimengerti dan diterima..
Di antara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra- Islam itu adalah Hamzah Fansuri dari Aceh, Syeikh Lemah Abang,
dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran ini masih berkembang di Abad ke-19 M bahkan
di abad ke-20 M.
4. Pendidikan
Para mubaligh yang
memiliki kapasitas keilmuan Islam yang tinggi biasanya menjadikan rumah, masjid
ataupun langgar sebagai pusat pengajaran Islam. Model seperti ini kemudian
berkembang menjadi pesantren-pesantren yang oleh para ulama dijadikan sebagai
pusat pendidikan. Pada masa awal perkembangan Islam, fungsi masjid selain
sebagai tempat shalat juga dijadikan tempat diskusi atau mudzakaroh.
Menurut catatan Ibnu
Batutah dalam karyanya al-Muhazzab Rihlah Ibn Batutah, disebutkan bahwa ketika
ia berkunjung ke Kerajaan Islam Samudra Pasai pada tahun 1354 M ia mengikuti
diskusi bersama raja dalam bentuk halaqoh (membentuk lingkaran) di masjid usai
sholat Jumat sampai waktu shalat Ashar. Dari data itu diketahui bahwa masjid
menjadi pendidikan awal sebelum berkembang lembaga pendidikan formal.
Perkembangan Islam
yang begitu pesat di Indonesia memberikan inspirasi para ulama atau mubaligh
mendirikan pesantren untuk menyiarkan dan mengajarkan agama Islam kepada
generasi muda. Apabila generasi muda/santri-santi sudah selesai menuntut ilmudi
pesantren, mereka berkewajiban mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya
kepada masyarakat sekitar sehingga masyarakat tersebut memeluk agama Islam.
Pesantren yang
berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa antara lain Pesantren Sunan Ampel
Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan
Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku ( daerah Hitu). Salah satu
kelebihan pendidikan pesantren adalah tidak mengenal status sosial atau kasta,
sehingga siapapun yang ingin belajar Islam di pesantren akan diterima dengan
baik, entah itu anak seorang raja, saudagar ataupun petani.
5. Politik
Sejak kedatangan
Islam hingga perkembangannya, para mubaligh telah memainkan peranan cukup
penting dalam percaturan politik di Nusantara. Menurut catatan Ibnu Batutah (46
H/1345 M) ketika singgah di Sumatera, ia melihat betapa pentingnya peranan
ulama dan fuqoha di istana Sultan Samudera Pasai yang berasal dari berbagai
bangsa, terutama dari Persia yang berperan sebagai penasehat sultan dan
puteranya. Begitu juga Kesultanan Kerajaan Aceh Darussalam, dengan jelas
memperlihatkan hubungan erat antara ulama dan kerajaan-kerajaan Maritim dalam
bidang politik, perdagangan, dan agama.
Ada dua macam
pendekatan politik antara ulama dan kerajaan yaitu: Pertama, ulama mengislamkan
raja sehingga membawa pengaruh pada lingkungan kerajaannya, jika rajanya
memeluk agama Islam maka rakyatnya juga ikut memeluk agama Islam. Dengan
demikian corak kerajaan bergeser dari Hindu-Budha menjadi Islam. Kedua, para
ulama membantu berdirinya kerajaan baru yang bercorak Islam dan mengembangkan
pengaruhnya ke kerajaan lain. Hal ini terjadi karena kerajaan tersebut
didirikan oleh raja-raja Muslim yang didukung penuh oleh para ulama. Seperti
kesultanan Perlak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, dan kerajaan Demak.
6. Kesenian
Salah satu strategi
Para mubaligh dalam menyebarkan Islam melalui kesenian, yang paling terkenal
adalah kesenian melalui pertunjukan wayang yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan syahadat. Sebagian besar cerita wayang di petik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan
ajaran dan nama-nama pahlawan Islam.
B.
Dakwah Islam di Indonesia
Keberhasilan dakwah Islam di Indonesia dapat dilihat melalui beberapa
tahap, tetapi tahapan dari masing-masing wilayah berbeda- beda.Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pengenalan Agama
Tahap awal dimulai
dengan mengenalkan dan mengajak masyarakat untuk memeluk agama Islam secara
formal. Pada tahapan ini dasar-dasar Islam diperkenalkan, terutama tentang
pelaksanaan syariat atau fikih. Pada tahap ini mereka menemukan bentuk-bentuk
ritual dan ajaran yang berbeda pada agama sebelumnya.
2. Tahap Pendalaman Agama
Setelah agama Islam
tersebar ke seluruh pelosok Nusantara pada abad ke-15 sampai 16 M, pemeluk
agama Islam memasuki tahap pendalaman keagamaan. Pada tahap ini, lahir lembaga-
lembaga pendidikan formal, seperti pesantren dan madrasah. Muncul para penulis
dari kalangan ulama terutama dalam pemikiran agama dan sastra.
3. Tahap Pengembangan Intelektualitas
Pada abad XVII M
terjadi peningkatan dan penyempurnaan ajaran Islam. Tradisi intelektual pada
saat itu sangat mengagum- kan. Hal itu dapat dilihat dari Lahirnya beberapa
ulama dengan karya-karya monumental, mulai dari fikih, Ushuludin, tasawuf,
tafsir, hadits, retorika, hingga astronomi. Munculnya karya-karya para ulama
ini berdampak pada perkembangan bahasa Melayu. Selain itu, beberapa tarekat
sufi tumbuh menjadi organisasi keagamaan. Hal ini memberi semangat lahirnya
gerakan anti kolonial yang merata di penjuru Nusantara. Islam menjadi faktor
penting sebagai pemersatu bangsa.
4. Tahap kearah Pembaharuan
Gerakan pembaharuan
sering diistilahkan dengan "tajdid", pada tahap ini gerakan-gerakan
keagamaan tumbuh menjadi gerakan kebangsaan. Contohnya: organisasi Serikat
Islam (SI) menekankan pada perjuangan politik, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
(NU) menekankan pada bidang sosial seperti pendidikan dan dakwah.
5. Tahap Kematangan Intelektualitas
Lahirnya tokoh-tokoh
pemikir Islam pada tahun 1970-an merupakan bukti kematangan intelektualitas
dalam dunia Islam di Indonesia. Para pemikir ini sebagian besar adalah para
aktivis kampus. Meskipun mereka memperoleh pendidikan di Universitas umum,
tetapi masih tetap memotivasi diri untuk mempelajari ajaran-ajaran agama dan
sendi-sendi peradabannya. Dari para tokoh pemikir Islam inilah lahir gagasan
agar nilai-nilai Islam tetap mewarnai dalam kehidupan berbangsa.
RANGKUMAN
1. Agama Islam masuk ke Indonesia dan berkembang sebagai agama baru yang di bawa para mubaligh dan dapat diterima masyarakat melalui berbagai cara, baik perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, sosial, politik.
2. Jalur Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas tersebut.
3. Para penyebar Islam melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalui jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam di lingkungan masyarakat.
4. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam. contohnya Hamzah Fansuri dari Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
5. Melalui jalur pendidikan para ulama mendirikan pesantren. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu).
WAWASAN/KISAH TELADAN
Abdullah
bin 'Abbas si Ahli Hadits
Abdullah bin 'Abbas bin Abdul Muththalib bin Hasyim lahir di Makkah tiga
tahun sebelum hijrah. Ayahnya adalah Abbas, paman Rasulullah saw, sedangkan
ibunya bernama Lubabah binti Harits yang dijuluki Ummu Fadhl yaitu saudara dari
Maimunah, istri Rasulullah. Beliau dikenal dengan nama Ibnu Abbas. Selain itu,
beliau juga disebut dengan panggilan Abul Abbas. Dari beliau inilah berasal
silsilah khalifah Dinasti Abbasiyah.
Beliau senantiasa mengiringi Rasulullah dan selalu menyiapkan air untuk
wudhu Rasulullah, dan shalat berjama'ah bersama. Apabila Rasulullah melakukan
perjalanan, beliau turut pergi bersama. Beliau juga sering menghadiri
majelis-majelis Rasulullah. Karena seringnya bersama Rasulullah saw, beliau
banyak mengingat dan mengambil pelajaran dari setiap perkataan dan perbuatan
Rasulullah saw.
Pernah satu hari Rasulullah memanggil Abdullah bin 'Abbas yang sedang
merangkak-rangkak di atas tanah, menepuk-nepuk bahunya dan mendoakannya,
"Ya Allah, jadikanlah Ia seorang yang mendapat pemahaman mendalam mengenai
agama Islam dan berilah kefahaman kepadanya di dalam ilmu tafsir."
Ibnu Abbas juga bercerita, "Suatu ketika Nabi hendak ber- wudhu, maka
aku bersegera menyediakan air untuknya. Beliau gembira dengan apa yang telah
aku lakukan itu. Sewaktu hendak memulai shalat, beliau memberi isyarat supaya aku
bendiri di sebelahnya. Namun, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai
shalat, beliau menoleh ke arahku lalu berkata, 'Hai Abdullah, apa yang
menghalangi engkau dari berada di sebelahku?" Aku berkata, "Ya
Rasulullah, engkau terlalu mulia dan terlalu agung pada pandangan mataku ini
untuk aku berdiri bersebelahan denganmu.
Kemudian Nabi mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa, “Ya
Allah, karuniakanlah ia hikmah dan kebijaksanaan dan berikanlah perkembangan
ilmu dari padanya”. Usia Ibnu Abbas baru menginjak usia 16 tahun ketika
Rasulullah wafat. Setelah itu, pengajarannya terhadap ilmu tidaklah usai.
Beliau berusaha menemui sahabat-sahabat yang telah lama mengenal Rasulullah
demi mempelajari apa-apa yang telah Rasulullah ajarkan kepada mereka semua.
Ibnu Abbas bercerita bagaimana ia gigih mencari hadits yang belum diketahuinya
kepada seorang sahabat penghafal hadits.
Umar bin Khaththab pernah berkata, "Sebaik-baik tafsir Al- Qur'an
ialah dari Ibnu Abbas. Apabila umurku masih lanjut, aku akan selalu bergaul
dengan 'Abdullah bin Abbas. Sa'ad bin Abi Waqqas menerangkan, "Aku tidak
pernah melihat seseorang yang lebih cepat dalam memahami sesuatu, yang lebih
berilmu dan lebih bijaksana daripada Ibnu Abbas." Ibnu Abbas tidak hanya
dikenal karena pemikiran yang tajam dan ingatan yang kuat, tapi juga dikenal
murah hati. Teman-temannya berujar, "Kami tidak pernah melihat sebuah
rumah penuh dengan makanannya, minumannya, dan ilmunya yang melebihi rumah Ibnu
`Abbas. Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata, "Tak pernah aku melihat
seseorang yang lebih mengerti tentang hadits Nabi serta keputusan-keputusan
yang dibuat Abu Bakar, Umar, dan 'Utsman, daripada Ibnu Abbas."
Abdullah bin Abbas meriwayatkan sekitar 1.660 hadits. Dia sahabat kelima
yang paling banyak meriwayatkan hadist sesudah 'Aisyah. Beliau juga ikut jihad
di Perang Hunain, Tha`if, Fathu Makkah dan Haji Wada. Selepas masa Rasul, Ia
juga menyaksikan penaklukkan Afrika bersama Ibnu Abu As-Sarah, Perang Jamal dan
Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.
Pada akhir masa hidupnya, Ibnu Abbas mengalami kebutaan. Beliau menetap di Tha'if hingga wafat pada tahun 68 H di usia 71 tahun. Demikianlah, Ibnu Abbas memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan serta akhlaq 'ulama.
Sumber: Buku Pendidikan Tarikh Kelas 12 (Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
Komentar
Posting Komentar