“Sejarah Islam Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda”

 Ø Situasi dan Kondisi Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia ketika Belanda Datang

1.    Kerajaan Kerajaan Islam Sebelum Belanda Datang

Keadaan kerajaan-kerajaan Islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17 ke Indonesia berbeda- beda bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses Islamisasinya.

Situasi dan Kondisi di beberapa wilayah di Indonesia:

a.    Di Wilayah Sumatra

Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis perang politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segitiga: Aceh, Portugis, dan Johor. Pada abad ke16 tampaknya Aceh menjadi dominan terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Selain itu ekspansi Aceh ketika itu berhasil menguasai perdagangan pantai barat Sumatra. Ketika itu Aceh memang sedang berada dalam masa kejayaan dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda.

Dan ketika Sultan Iskandar Muda telah wafat kemudian di gantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Setelah ia meninggal dunia Aceh secara berturut-turut di pimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Ketika itulah Aceh mulai mengalami kemunduran.

b.    Di Wilayah Jawa

Pusat kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir ke dalam, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian Ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa. Sementara itu di Banten, di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdagangan dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makasar sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagang di Indonesia bergeser.

c.    Di wilayah Sulawesi

Pada akhir ke 16 pelabuhan Makasar berkembang dengan pesat akan tetapi ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat perkembangan.

 

2.    Politik Islam Pada Masa Penjajahan Belanda

Kehadiran belanda di Indonesia tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, tetapi juga menekan politik dan kehidupan keagamaan rakyat. Segala aktivitas umat Islam yang berkaitan dengan keagamaan ditekan. Belanda terus menerapkan langkah-langkah yang membatasi gerak pengamalan agama Islam. Upacara-upacara keagamaan yang dilakukan secara terbuka dilarang, ibadah haji dibatasi dan setiap jama'ah haji yang pulang ke indonesia diawasi dengan ketat untuk mengantisipasi pengaruh muslim yang telah haji yang dapat membangkitkan semangat perlawanan pemerintah Belanda.

Politik yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasari oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu kristen dan rasa kolonialismenya. Dengan begitu, mereka menerapkan berbagai peraturan dan kebijakan, di antaranya:

a.    Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut Prieserraden. Dari nasihat badan inilah, pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya menyatakan bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.

b.    Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan agama Islam, yaitu tidak semua orang (kiai) boleh memberikan pengajaran mengaji, terkecuali telah mendapatkan semacam rekomendasi atau persetujuan pemerintah Belanda.

c.    Tahun 1932 keluar lagi peratuaran yang isinya berupa kewenagan untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda yang disebut ordonansi sekolah liar.

3.    Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Belanda

Sebelum kedatangan bangsa Eropa, termasuk Belanda, pendidikan Islam sudah ada dan mulai berkembang ke seluruh pelosok tanah air. Walaupun pelaksanaannya masih sangat sederhana (tradisional) jika dibandingkan dengan perkembangan setelah kedatangan bangsa Belanda. Pendidikan Islam berjalan dan berkembang seiring dengan dakwah dan penyebaran Islam itu sendiri, baik di kalangan masyarakat maupun istana raja-raja. Pendidikan Islam pada saat itu mengambil bentuk halaqah, dan tatap muka perorangan di mushalla, masjid, maupun pesantren.

Ketika Belanda datang, pendidikan Islam mulai mengalami hambatan. Rintangan dan tantangan untuk berkembang lebih maju seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman itu terjadi terutama ketika dihadapkan dengan persaingan melawan Kristenisasi yang justru dilakukan oleh kaum penjajah mulai dari bangsa Portugis hingga Belanda. Belanda membuat berbagai peraturan dan kebijakan yang intinya menghambat dan menghalangi perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam.

Kolonial Belanda memperlakukan umat Islam sejajar dengan kaum pribumi. Sekolah untuk mereka terbatas hanya sekolah desa dan Vervlog. Padahal Islam agama mayoritas penduduk pribumi. Sedangkan penduduk beragama selain Islam khususnya Kristen (Protestan-Katolik) diperlakukan sama dengan bangsa Eropa. Keadaan ini membekas dalam hati umat Islam. Selain itu kolonial Belanda selalu menempatkan Islam sebagai musuh baik untuk kolonialisme maupun untuk usaha menyebarkan agama Nasrani..

Keadaan pendidikan umat Islam pada zaman Belanda dari waktu ke waktu demikian memprihatinkan karena terus menerus mendapatkan tekanan dan perlakuan yang tidak menggembirakan Namun demikian, umat Islam secara terus menerus pula tetap berjuang dan melakukan perlawanan, hingga akhirnya pendidikan Islam mengalami kebangkitan.

Kebangkitan tersebut terinspirasi oleh gerakan yang lahir di Timur Tengah yang dibawa oleh orang-orang Indonesia yang menunaikan haji ke tanah suci Makkah. Gerakan ini dimulai dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, Perserikatan Ulama Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam di Bandung (1920), Nahdhatul Ulama (NU) di Surabaya (1927) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Candung Bukit Tinggi (1930), dan lain sebagainya.

Dengan munculnya gerakan-gerakan itu keadaan pendidikan Islam mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik dan maju, meskipun Belanda tidak menghendakinya. Bahkan cenderung menghalangi pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan ke arah yang lebih baik dan maju itu, paling tidak bisa diukur, salah satunya dengan semakin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bermunculan sebagaimana disebutkan di atas.

 

Ø Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Islam

Tiga setengah abad Belanda menjajah Indonesia dan berbagai macam bentuk kebijakan dan pendekatan telah dilakukan oleh Belanda di wilayah jajahannya, yang umumnya kebijakan mereka merugikan masyarakat secara umum. Menjelang dan awal abad XX ada beberapa kebijakan Belanda di Indonesia yang secara signifikan berpengaruh terhadap pendidikan Islam, yaitu:

1.    Politik Etis

Politik Etis maksudnya adalah politik balas budi, politik ini diberlakukan pada tahun 1901, politik ini ini adalah sistem yang diberlakukan Belanda untuk membangun negara jajahannya cikal bakal politik Etis berdasarkan pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Ratu Belanda Wilhelmina menjelang akhir tahun 1901, diantara pokok-pokok pikirannya; arah baru yang akan ditempuh oleh politik penjajahan.

Secara konsep politik Etis sangat baik karena adanya keberpihakan kepada kaum pribumi. Namun dalam pelaksanaannya kolonial Belanda bekerjasama dengan kaum liberal (pemegang saham), tetap mengeksplotir daerah jajahannya untuk kepentingan ekonominya. Dalam menjalankan politik Etis Belanda menerapkan trilogi program, yaitu meliputi: edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan) dan transmigrasi (pemindahan penduduk dari daerah padat ke daerah perkebunan jawa).

Kepentingan dan pertimbangan politik lebih mereka utamakan, sedikit banyaknya memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut kelanjutan politik kolonialis mereka. diantara pertimbangan itu adalah untuk memilih sistem pendidikan yang dapat memenuhi tuntunan moral politik Etis, tapi juga dapat mendukung kepentingan politik penjajahannya, dan berusaha memenuhi bertanggung jawab untuk mendidik dan mencerdaskan rakyat yang mayoritas muslim dan disamping itu juga berusaha meredam kekuatan yang mungkin timbul dari pengaruh fanatisme keagamaan mereka.

Meskipun sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah belum dapat mencukupi kebutuhan pendidikan untuk masyarakat, tapi sekolah- sekolah itu ikut membawa perubahan dalam bidang pendidikan di Indonesia.

Sekolah-sekolah sistem barat (Belanda) tersebut mendorong timbulnya pemikiran baru bagi pengelola pendidikan Islam di tanah air. Sistem pendidikan pondok pesantren mulai mendapat sorotan karena dinilai kolot, serta sudah tidak mampu memenuhi tuntunan dan kebutuhan zaman. Sebaliknya, para penyelenggara pondok pesantren merasa, bahwa sikap menutup diri terhadap dunia luar, erat kaitannya dengan usaha mempertahankan kemurnian agama dari unsur pengaruh budaya barat yang modern.

Sebaliknya, adapula yang berpendirian, bahwa kaum muslimin harus berusaha menemukan sumber kekuatan barat dan memilikinya. Usaha ini dilakukan dangan cara mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi barat untuk memperkuat masyarakat Islam. kedua pendapat tersebut, menurut Edward Montimer merupakan kunci pemikiran pemuka-pemuka Islam ketika itu. Kalangan pembaru ini selanjutnya berpendapat, bahwa faktor yang menyebabkan keterbelakangannya umat Islam terletak pada kelemahan sistem pendidikan Islam yang ada. Untuk itu mereka mengadakan pembaruan dibidang pendidikan dengan menyelanggarakan sistem madrasah, sebagai hasil integrasi antara sistem pendidikan barat dengan sistem pesantren.

Di Indonesia usaha dan gerakan pembaru itu dalam bidang pendidikan dimulai pada pertengahan abad ke-20, seperti yang dilakukan oleh kaum muda di Minangkabau, Jami'at Khair, Muhammadiyah, al Irsyad, Persyarikatan Ulama, Persis dan lain-lainya. Sebagai dampak sampingan dari pembaruan itu pendidikan Islam di Indonesia mengalami perubahan dalam berbagai aspek seperti, sistem, kelembagaan, administrasi, penyelenggara, maupun tamatan institusi pendidikan itu sendiri.

2.    Ordonansi Guru/Sekolah Liar

Sehubungan dengan berdirinya madrasah dan sekolah agama yang diselenggarakan oleh kalangan Islam pembaru, agaknya kekhawatiran pemerintah tersebut cukup beralasan. Semula memang pemerintah membiarkan kehidupan Islam pada batas-batas tertentu, sepanjang tidak menggangu kehadiran Belanda, sambil mengembangkan sistem persekolahan pada pengetahuan dan keterampilan duniawi, yaitu pendidikan umum; sebagai pencerminan dari sikap pemerintah Belanda untuk tidak mencampuri lebih jauh masalah Islam. Tetapi setelah melihat perkembangan lebih lanjut, seperti peningkatan jumlah dan sekolah-sekolah swasta sebagai institusi pendidikan diluar sistem persekolahan pemerintah, kalangan pemerintah semakin hati-hati terhadap sikap netral mereka selama ini.

Masalah Islam yang menjadi sumber kekhawatiran pemerintah tersebut agaknya tidak terbatas adanya institiusi pendidikannya saja. Lebih jauh dari itu, mereka memandang kemungkinan infiltrasi pengaruh Islam tersebut di sekolah-sekolah swasta lainnya. Adanya latar belakang tersebut pula barangkali, yang mendorong pemerintah Belanda merubah sikapnya dalam menghadapi kemungkinan buruk yang bakal timbul dari peningkatan jumlah madrasah dan sekolah-sekolah agama.

Sebagai tindakan pencagahan, langkah itu dilakukan melalui pengawasan terhadap sekolah-sekolah liar. sejak adanya perunahan sikap tersebut, dalam rangka pengawasan dikeluarkan ordonansi tanggal 28 Maret 1923 Lembaran Negara no 136 dan 260. Aslinya berupa pembatasan kebebasan mengajar bagi guru-guru sekolah swasta. Sistem ini tidak memberi keuntungan bagi perkembangan institusi pendidikan Islam. Bahkan dalam ordonansi yang dikeluarkan tahun 1932, dinyatakan bahwa semua sekolah yang tidak di bangun pemerintah atau tidak memperoleh subsidi dari pemerintah, diharuskan minta izin terlebih dahulu, sebelum sekolah itu didirikan.

Dengan kebijakan ini pemerintah kolonial Belanda mendapat reaksi yang luar biasa dari kalangan umat Islam terlebih di Minangkabau. Hal ini karena umat Islam Minangkabau melihat adanya "sesuatu" yang akan merugikan Agama Islam jika kebijakan ini dilaksanakan. Atas reaksi yang sedemikian besar, akhirnya pemerintahan Belanda melalui Gubernur Jendralnya memberi jawaban bahwa ordonansi guru di Minangkabau belum ada niat kapan untuk dilaksanakan. Lambat laun eksistensi ordonansi guru tidak lagi ada urgensinya, dan akhirnya kebijakan ini di batalkan dan hilang dari peredaran. walaupun sebelum keputusan ini di buat sesungguhnya Belanda telah berusaha membujuk rayu beberapa tokoh Islam Minangkabau untuk mendukung pelaksanaan ordonansi ini, namum mereka tidak berhasil.

Ø Peran Organisasi Islam Dimasa Kolonial Belanda

Adapun peran dari Lembaga/Organisasi Islam di Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda:

1.    Jami at Khair: Konsep Pendidikan Konvergensi

Jami'at Khair yang secara resmi disahkan pemerintah Belanda tanggal 17 Juli 1905. Organisasi pendidikan ini merupakan organisasi pendidikan pertama yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang keseluruh kegiatannya diselenggarakan berdasarkan sistem Barat.

Organisasi ini membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tetapi sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan bahsa pengantar bahasa Melayu. Bahasa Inggris merupakan bahasa wajib, pengganti bahasa Belanda. Sedangkan pelajaran bahasa Arab sangat ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam. Dilihat dari pelaksanaan program pendidikannya, Jami'at Khair telah melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar.

Organisasi ini merupakan organisasi Islam yang mula-mula menyelenggarakan sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara sistem pendidikan madrasah (Islam) dengan pendidikan Barat (sekolah) di Indonesia.

2.    Taman Siswa: Konsep Pendidikan Nasional

Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara menyusun konsep pendidikan Taman Siswa dengan sebutan "kembali kepada yang nasional", yang meliputi:

a)    Sistem Among

Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cinta, dengan memberi kebebasan anak asuh untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya. Dalam pelaksanaan sistem among menempatkan guru sebagai fungsi orang tua. Guru sebagai tukang pamong dan sebagai pendidik. Karena itu tugas guru yang biasanya memberikan perintah, paksaan dan hukuman kepada muridnya, tidak digunakan di Taman Siswa. Tugas guru hanyalah memberikan bimbingan dan membantu anak bertumbuh dan berkembang menurut kodrat bakatnya.

b)   Teori Tri-Sentra

Tri sentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan Taman Siswa. Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan), merupakan miniatur tiga alam, yakni asrama (keluarga), balai wijata (sekolah) dan masyarakat, sebagai pusat pembentukan jiwa anak-anak. Para guru dan murid-murid Taman Siswa menempati satu lembaga pendidikan yang terdiri dari sekolah dan asrama, pamong dan siswa.

c)    Kebudayan Nasional

Ki Hajar Dewantara berpandangan, bahwa pengaruh bahasa Belanda cenderung memalingkan perhatian mereka kepada bahasa asalnya. Untuk itu, beliau memberikan gagasan untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.


3.    Indonesisch Nederland School

Indonesisch Nederland School (INS), didirikan oleh Muhammad Syafe'i, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, Sumatera Barat. Pelaksanaan pendidikan di INS dilakukan secara berjenjang yang terdiri atas empat tingkata ruang. Ruang rendah (SD), lama pendidikannya tujuh tahun; ruang dewasa, lama pendidikannya empat tahun; dan terakhir ruang masyarakat dengan lama pendidikan satu tahun.

Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75% dan praktek 25%. Sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing 50 %, sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (doesschool). Tujuan utamanya pendidikan dan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan mengutamakan peranan pekerjaan tangan.

INS Kayutaman dalam menerapkan kurikulum pendidikannya, terutama dalam bidang keterampilan senantiasa dikaitkan dengan tujuan menanamkan jiwa aktif kepada siswa. Dengan demikian setiap pelajaran mengandung latar belakang pembinaan yang berbeda, tapi mengarah pada tujuan akhir, yaitu mampu hidup mandiri, serta bermanfaat bagi masyarakat.

2.    Perguruan Muhammadiyah: Konsep Sekolah Agama

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan (1869- 1923), tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan sebagai reaksi terhadap kondisi umat Islam di Hindia Belanda (Indonesia), terutama di Jawa ketika itu dinilai tidak mampu menghadapi tantangan zaman karena lemah dalam berbagai bidang kehidupan.

Setelah delapan tahun berdiri, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh pulau Jawa, dan tahun 1921 organisasi ini telah meliputi seluruh Indonesia. Di tiap-tiap cabang didirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekolah-sekolah terdiri atas sekolah diniyah yang khusus mengajarkan agama dan sekolah-sekolah model pemerintah yang memberikan pengajaran agama dan pengajaran umum. Tetapi sekolah diniyah Muhammadiyah berbeda dengan metode belajar halaqah, model pesantren Muhammadiyah ini mengambil system pendidikan Barat, yaitu sistem klasikal. Adapun Kurikulumnya yang diterapkannya mendekati kurikulum pemerintah. Yakni penggabungan kurikulum pemerintah dan kurikulum Madrasah.

3.    Santi Asromo: Konsep Pesantren Kerja

Santi Asromo didirikan oleh KH. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu Kabupaten Majalengka. Di antara tujuan didirikannya Santi Asromo adalah:

a)    Pembentukan akhlak yang mulia (setia, jujur, lurus, kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya serta terhadap ibu bapak).

b)   Pembentukan intelek.

c)    Pembentukan rasa dan sikap sosial.

d)   Pembentukan warga Negara yang baik (mengerti terhadap kewajiban tumpah darah, berlaku adil terhadap sesama makhluk Allah)

Menurut Abdul Halim, pendidikan yang dibutuhkan harus menyangkut tiga faktor yang mesti diperhatikan yakni: pendidikan batin (akhlak), pendidikan sosial (ijtima'), dan pendidikan ekonomi (iqtishad). Untuk mencapai kehendak tersebut, disusun materi kurikulum, meliputi ketiga faktor dimaksud.

4.    Persatuan Islam (PERSIS): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi

Persatuan Islam (Persis) didirikan secara resmi pada tanggal 12 1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Zam-Zam dan Muhammad Yunus.

Didirikan Persis adalah untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama.

Ø Hikmah Dari Sejarah Perkembangan Islam

Pada Masa Kolonial Belada Manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia:

1.    Kehadiran Mubaligh yang datang ke Indonesia untuk menyiarkan ajarana Islam di bumi nusantara memberikan nuansa baru bagi perkembangan agama Islam.

2.    Hasil karya para ulama berupa karya tulis/buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.

3.    Meneladani kesuksesan para ulama dalam berkarya sehingga membuat masyarakat Islam gemar membaca dan mempelajari al-Qur'an.

4.    Mengajarkan tentang Islam harus dengan keramahan dan kebijaksanaan serta membiasakan masyarakat Islam bersikap konsisten.

5.    Seorang ulama atau ilmuwan muslim seharusnya dapat menunjukkan perilaku yang baik sebagai teladan bagi para pengikutnya dan memiliki semangat juang untuk mempertahankan tanah air dari para penjajah.

6.    Mengajarkan sikap tetap bersatu, rukun, dan bersama-sama mempertahankan negara Indonesia dari ancaman luar maupun dalam negeri.

7.    Menyadari bahwa perjalanan sejarah perlu dijadikan sebagai pemikiran dan peneladanan orang-orang yang beriman terutama keteladanan dan perjuangan para ulama untuk dipraktekkan oleh generasi mendatang dalam menentukan masa depan umat dan masyarakat.

Komentar

POPULER