Sejarah Pemerintahan Islam di Andalusia, Turki & India
Islam di Andalusia merupakan salah satu periode keemasan Islam di
Eropa, oleh karena itu, sejarah perkembangan Islam di Andalusia, mulai dari
sejarah masuknya Islam ke Andalusia, pertumbuhan dan perkembangan sampai
faktor-faktor penyebab keruntuhannya perlu dipelajari dan dikaji lebih mendalam
karena Islam di Andalusia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.
A.
Sejarah Pertumbuhan,
Perkembangan, dan Keruntuhan Pemerintahan Islam di Andalusia
1.
Pertumbuhan Islam di Andalusia
a.
Andalusia
sebelum kedatangan Islam
Andalusia terletak di Benua Eropa
Barat Daya, dengan batas-batas di Timur dan Tenggara adalah Laut Tengah, di selatan
Benua Afrika yang terhalang oleh selat Gibraltar, di barat samudra Atlantik,
dan di Utara Teluk Biscy. Pegunungan Pyneria di Timur Laut membatasi Andalusia
dengan Prancis. Perlu dijelaskan, bahwa Andalusia adalah sebutan pada masa
Islam bagi daerah yang dikenal dengan sebutan Semenanjung Iberia (kurang lebih
93 % wilayah Spanyol, sisanya Portugal) dan Vandalusia.
Sebelum ditaklukkan oleh bangsa
Visighots (Gothik) pada. tahun 507 M, Semenanjung Iberia, didiami oleh bangsa
Vandals. Dari kata Vandals inilah mereka disebut dengan Vandalusia, dengan
mengubah ejaan dan cara membunyikannya, Bangsa Arab menyebut Semenanjung Iberia
dengan Andalusia.
Sejarah bangsa Vandal tidak banyak
diketahui karena sebelum mereka sempat berbuat banyak, pada permulaan abad keenam
datanglah bangsa Gothia Barat merebut negeri itu dan mengusir bangsa Vandalusia
ke Afrika. Pada permulaan berdirinya kerajaan Gothia, di Andalusia merupakan
kerajaan yang sangat kuat, tetapi pada akhir pemerintahannya menjadi lemah
dengan berdirinya wilayah-wilayah kecil sebagai akibat adanya perpecahan dalam
pemerintahan.
Kondisi sosial masyarakat Andalusia
menjelang penaklukan Islam sangat memprihatinkan. Masyarakat terpolarisasi ke
dalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang sosialnya, sehingga ada
masyarakat kelas 1, 2, dan 3. Kelompok masyarakat kelas 1, yakni pengoasa,
terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama dan tuan tanah
besar. Kelas 2 terdiri atas tuan-tuan tanah kecil. Kelompok masyarakat kelas 3
terdiri atas para budak termasuk budak tani yang nasibnya tergantung pada
tanah, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi dan kaum buruh dengan
imbalan makan dua kali sehari. Demi mempertahankan hidup, mereka terpaksa harus
mencari nafkah dengan jalan membunuh, merampas, atau membajak.
Sementara itu, pejabat wilayah
kerajaan banyak yang hidup dalam kemewahan, sementara rakyat hidup dalam
kemelaratan. Hal tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat, banyak di
antara mereka yang mengeluh dengan keadaan itu. Suasana yang demikian bertambah
panas, ketika pejabat Gothia Barat memaksa penduduk yang beragama Yahudi agar
masuk agama Nasrani. Orang-orang Yahudi dikejar-kejar, dan untuk mencari
keselamatan dirinya, banyak yang masuk agama Nasrani dengan terpaksa. Dikarenakan
tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, maka mereka hanya berdiam diri walaupun
merasa menderita dengan perlakuan tersebut. Namun dalam hati mereka selalu
berharap suatu waktu dapat melepaskan diri dari pengoasa-pengoasa yang zalim
itu.
Mangkatnya Witiza sebagai Raja
Gothia barat yang terakhir merupakan pembuka jalan bagi rakyat Andalusia untuk
keluar dari kungkungan penderitaan yang telah lama mereka rasakan. Sepeninggal
Witiza terjadi perebutan kekuasaan antara putra Witiza dengan Roderick. Oleh
karena itu, putra Witiza bersekutu dengan Graff Yulian yang sudah lama
bermusuhan dengan Roderick. Bersekutunya dua kekuatan itu ternyata belum dapat
mematahkan pertahanan Roderick. Oleh karena itu untuk memambah kekuatan, Graff
Yulian meminta bantuan Musa bin Nushair yang menjabat sebagai gubernur Afrika
Utara di bawah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus,
Sesungguhnya Musa telah lama mencari
kesempatan untuk menyeberang Andalusia, maka dengan permohonan Graff itu
berarti telah datang kesempatan yang telah ditunggunya sekian lama. Ada
beberapa hal yang mendorong Musa bin Nushair mengabulkan permohonan Graff
Yulian, di antaranya adalah:
a)
Karena
antara penduduk Andalusia dengan Afrika Utara terlibat dalam suasana perang.
Sebab penduduk Andalusia terutama yang beragama Kristen pernah melakukan
beberapa kali penyerangan terhadap daerah pantai Afrika yang sudah dikuasai
oleh kaum Muslimin..
b)
Penduduk
Andalusia pernah memberikan bantuan kepada tentara Romawi dan berusaha
menduduki beberapa daerah muslim di pantai Afrika. Dasar pertimbangan itu
dikemukakan Musa pada Khalifah Walid bin Abdul Malik, sewaktu Musa minta ijin
untuk mengirimkan bantuan tentara ke Andalusia. Khalifah menyetujui rencana
Musa.
b.
Masuknya
Islam ke Andalusia
Sebelum penaklukan Andalusia, umat
Islam telah mengoasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu
provinsi dari Dinasti Umayyah. Pengoasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi
pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat
Hasan bin Nu'man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu.
Islam mulai memasuki Andalusia pada
masa Khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah
yang berpusat di Damaskus, melalui tangan panglima Musa bin Nushair dan Thariq
bin Ziyad pada tahun 92 H, bertepatan dengan tahun 711 M. Setelah itu Andalusia
terus berada di bawah kekuasaan Islam sampai jatuhnya Granada pada akhir
kejayaan Islam di Andalusia tahun 897 H, bertepatan dengan tahun 1492 M.
Masuknya Islam ke Andalusia bukan
sebagai penjajah militer, tetapi futuh Islami berperadaban, yang pengaruhnya
menyebar ke barat Eropa, selama futuh ini, terjadi interaksi antara kaum
kristen Andalusia dan penduduk asli Andalusia. Orang-orang kristen Andalusia
yang belum masuk Islam tetap diperbolehkan menjaga keyakinan mereka. Maka,
terwujudlah keadilan sosial di tengah masyarakat.
Karena letaknya yang strategis, maka
Andalusia terus menjadi daerah interaksi antara Islam dan kristen. Hal itu
membuat wilayah tersebut mempunyai karakter dan ciri tersendiri yang menegaskan
bahwa peradaban Andalusia adalah peradaban Islami yang mempunyai interaksi
budaya. Peradaban Islam mencapai puncaknya di Andalusia pada paruh kedua dari
abad kesepuluh Masehi.
Dalam penaklukan Andalusia terdapat
tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa dalam memimpin
pasukan-pasukan ke sana. Ketiga pahlawan adalah Tharif bin Malik, Thariq bin
Ziyad, dan Musa bin Nushair. Tharif bin Malik dapat disebut sebagai perintis
dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di Maroko dan benua Eropa
dengan satu pasukan perang, lima ratus di antaranya adalah tentara berkuda,
mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan
itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke
Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh
keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam kerajaan Visigothic yang
berkuasa di Andalusia saat itu, serta dorongan untuk memperoleh harta rampasan
perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Andalusia
(Spanyol) sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.
Thariq bin Ziyad lebih dikenal
sebagai penakluk Andalusia, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih
nyata. Pasukannya terdiri dari sebagain besar suku Barbar yang didukung oleh
Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid.
Pasukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad menyeberangi selat. Tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya adalah di sebuah
gunung yang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya
daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia. Dalam
pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Redorick dapat
dikalahkan. Dari wilayah tersebut Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting, seperti Cordoba, Granada, dan Toledo (ibu kota kerajaan
Gothik saat itu).
Kemenangan pertama yang dicapai oleh
Thariq bin Ziad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Itulah
sebabnya, Musa bin Nushair berusaha membantu perjuangan Thariq dengan membawa
pasukan yang besar, ia memimpin langsung pasukan dan berangkat menyeberangi
selat, dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan.
Setelah Musa berhasil menaklukkan
Sidonia, Karmora, Sevilla, dan Merida, serta mengalahkan pengoasaan kerajaan
Gothik, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya, keduanya berhasil mengoasai seluruh kota penting di Andalusia,
termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.
Sesudah itu masih terdapat
penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon pada tahun 734 M, ke Lyon tahun
743 M, dan pulau pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia,
Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia jatuh ke tangan Islam pada
masa Bani Umayyah. Beberapa faktor yang mendorong keberhasilan dan kemudahan
perluasan wilayah di Andalusia di antaranya adalah tokoh-tokoh pejuang dan
prajurit Islam yang kuat, kompak, dan penuh percaya diri, sekaligus faktor-faktor
yang menguntungkan Islam, yakni kondisi sosial, politik, dan ekonomi Andalusia
yang buruk waktu itu.
c.
Berdirinya
Pemerintahan Islam di Andalusia
Pada waktu Bani Umayyah 661-750 M)
yang berpusat di Damaskus jatuh pada tahun 132 H/750 M, lalu digantikan oleh
Bani Abbasiyah yang berkedudukan di Baghdad, terjadi pembunuhan masal serta
pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah. Ketika itu ada seorang Amir
yang dapat meloloskan diri dan selamat dari pembantaian. la bernama Abdurrahman
bin Muawwiyyah bin Hisyam bin Abdil Malik. Ia memasuki Mesir, Barca (Libya),
dan Afrika Utara. Selama berjuang sekitar enam tahun ia berhasil memasuki
Andalusia.
Pada awalnya amir yang memegang
kekuasaan terakhir di Andalusia menjelang tahun 138 H/756 M adalah seorang wali
bernama Yusuf bin Abdirrahman al-Fihri dari suku Mudhori yang ditunjuk oleh
khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan 3 tahun. Namun, pada tahun 740-an M,
terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan khalifah. Dan pada
tahun 756 m, Abdurrahman melengserkan Yusuf, sehingga menjadi seorang pengoasa
yang tidak terikat pada pemerintahan di Damaskus.
Lantas, pada tahun 756 M.
Abdurrahman melengserkan Yusuf, sehingga menjadi pengoasa Kordoba, dan iapun
dijuluki "Abdurrahman Addakhil" dengan gelar Amir Kordoba
(Abdurrahman I). Dapat dikatakan bahwa Abdurrahman I merupakan founding father
pemerintahan Umayyah di Andalusia sekaligus peletak dasar kebangkitan
kebudayaan Islam di Andalusia.
2.
Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Andalusia
Sejak pertama kali menginjakkan kaki
di tanah Andalusia sampai jatuhnya dinasti Islam di sana, Islam memainkan
peranan yang sangat besar. Selama kurang lebih tujuh setengah abad Islam
memerintah di Andalusia. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Andalusia dibagi
dalam enam periode, yaitu:
a.
Periode
Pertama (711-755 M)
Pada periode pertama, pemimpin umat
Islam di Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Andalusia belum tercapai secara sempurna, beberapa ganggoan masih
terjadi, baik dari dalam maupun luar negeri. Ganggoan dari dalam antara lain
berupa perselisihan di antara pengoasa, terutama akibat perbedaan etnis dan
golongan, perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Qairawan. Masing-masing menganggap bahwa merekalah yang
paling berhak mengoasai daerah Andalusia. Itulah sebabnya, terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Andalusia dalam waktu yang amat singkat.
Akibat dari perbedaan pandangan
politik tersebut, perang saudara kerap terjadi. Hal ini ada hubungannya dengan
perbedaan etnis, terutama antara Barber dari Afrika Utara dan Arab. Sementara,
di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing
yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).
Sementara itu, ganggoan dari luar
datang dari sisa-sisa musuh Islam di Andalusia yang bertempat tinggal di daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan
ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun akhirnya
mereka mampu mengusir Islam dari bumi Andalusia.
b.
Periode
Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, kepemimpinan para
wali di Andalusia berakhir dan digantikan oleh seorang yang bergelar Amir
(panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad setelah runtuhnya
kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus. Periode ini disebut juga periode kerajaan
Kordoba.
Amir pertama yang memerintah
Andalusia adalah Abdurrahman I yang memasuki Andalusia pada tahun 138 H/755 M.
Ia diberi gelar ad-Dhakhil (yang masuk ke Andalusia. Ia merupakan keturunan
Bani Umayyah yang berhasil meloloskan diri dari kejaran pemerintah Abbasiyah
ketika berhasil menaklukkan Bani Umayyah. Selanjutkan, ia berhasil mendirikan
Dinasti Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol). Adapun para pengoasa di Andalusia
pada periode kedua ini adalah:
1)
Abdurrahman
ad-Dakhil
2)
Hisyam
I
3)
Hakam
I
4)
Abdurrahman
al-Austh
5)
Muhammad
bin Abdurrahman
6)
Munzir
bin Muhammad
7)
Abdullah
bin Muhammad
c.
Periode
Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, pengoasa dari Bani
Umayyah mulai runtuh. Pemerintahan dalam periode ini berlangsung mulai dari
Abdurrahman III yang bergelar An-Natsir, sampai munculnya raja-raja dari Muluk
at-Thawaif. Pada masa ini, Andalusia dipimpin oleh pengoasa dengan gelar
khalifah. Penggunaan gelar ini bermula dari berita yang sampai kepada
Abdurrahman III bahwa al-Muktadir, khalifah dari Dinasti Abbasiyah di Baghdad
dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Adapun para khalifah pada periode tiga ini
antara lain adalah:
1)
Abdurahman
III (912-961 M)
2)
al-Hakam
II (961-976 M)
3)
Hisyam
I (976-1008 M)
4)
Muhammad
II (1008-1009 M)
5)
Sulaiman
II (1009-1010 M)
6)
Hisyam
II (1010-1012 M)
7)
Sulaiman
II (1012-1016 M)
8)
Abdurrahman
IV (1016-1024 M)
9)
Abdurrahman
III (1024-1025 M)
10)
Muhammad
III (10024-1025)
11)
Hisyam
III (1026-1031 M)
d.
Periode
Keempat (1013-1086)
Pada masa ini, Andalusia telah
terbagi menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja
golongan atau muluk al-thawaif yang berpusat di suatu kota, seperti Sevilla,
Cordoba, Taledo, dan lain sebagainya. Pada periode ini, umat Islam kembali
memasuki pertikaian intern. Ironisnya, jika terjadi perang saudara, ada di
antara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Walaupun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari sebuah istana ke istana lain.
e.
Periode
Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Islam di Andalusia
meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, mempunyai satu kekuatan yang
dominan, yakni kekuatan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun
(1146-1235 M).
1)
Dinasti
Murabithun
Semula Dinasti Murabithun merupakan
sebuah gerakan agama yang kuat dan besar yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfin
di Maroko, Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan kerajaan
yang berpusat di Marakesy, dan akhirnya Islam mampu memasuki Andalusia dan bisa
berkuasa.
Nama Murabithun diambil dari nama
tempat belajar yang dibangun mereka di Niger (Senegal), sebelah barat suku
Lamtunah yang disebut ribath. Murabithun (ribath) merupakan sejenis benteng
pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai multi fungsi
sebagai tempat ibadah, penyebaran dakwah sekaligus sebagai benteng pertahanan.
Ketika Yusuf bin Tasyfin meninggal
dunia, ia mewariskan kekuasaannya kepada anaknya, Ali bin Yusuf bin Tasyfin.
Warisan itu berupa sebuah wilayah kerajaan yang luas dan besar yang terdiri
atas negeri di Magribi, bagian Afrika dan Andalusia. Ali melanjutkan politik
pendahuluan dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI pada 1111 M. Selanjutnya
ia menyeberang ke Andalusia, merampas Tavalera de Rein. Lambat laun Dinasti
al-Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayahnya.
Dalam perkembangan selanjutnya,
dinasti ini dipimpin oleh pengoasa-pengoasa yang lemah, sehingga mengakibatkan
wilayah Saragossa dapat dikuasai oleh kaum kristen pada tahun 1118 M. Dinasti
Murabithun memegang kekuasaannya kurang lebih selama 90 tahun dengan enam penguasa,
yaitu :
a)
Abu
Bakar bin Umar (448 H/1986 M)
b)
Yusuf
bin Tasyfin (453- 500 H/1061-1107 M)
c)
Ali
bin Yusuf (500-537 H/1007-1143 M)
d)
Tasyfin
bin Ali (537-541 H/1143-1147 M)
e)
Ibrahim
bin Tasyfin
f)
Ishak
bin Ali
Kemudian pada tahun 1143 M,
kekuasaan dinasti ini digantikan oleh Dinasti Muwahhidun yang dipimpin oleh
Abdul Mukmin.
2)
Dinasti
Muwahhidun
Dinasti Muwahhidun berpusat di
Afrika Utara, didirikan oleh Muhammad bin Tumart. Pada masa ini, telah berdiri
dua kerajaan kecil yang kuat, yaitu di negeri Balansia (Valencia) dan Marsiah
(Marcia). Dinasti ini datang ke Andalusia di bawah pimpinan Abdul Mun'im.
Dinasti ini mengalami banyak kemajuan sehingga kota-kota muslim penting, yakni
Cordoba, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaanya.
Dinasti Muwahhidun, yang berarti
golongan berfaham tauhid, didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang
memerangi faham At-Tajsim yang menganggap bahwa tuhan mempunyai bentuk
antropomorfisme) yang berkembang di Afrika Utara. Ibnu Tumart menganggap bahwa
menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan
kekerasan. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan prinsipnya Ibnu Tumart tidak
segan-segan menggunakan kekerasan. Sikap keras Ibnu Tumart itu tentu saja tidak
disenangi sebagian besar masyarakat, terutama kalangan ulama dan pengoasa. Pada
umumnya dakwah Ibnu tumart bersifat murni, artinya tidak didasari kepentingan
politik tertentu, semata-mata hanya ingin menegakkan Tauhid yang murni.
Dinasti Muwahhidun mengalami
kemunduran pada tahun 1212 M, tentara kristen berhasil memperoleh kemenangan di
Las Navas de Tolesa. Dalam kondisi demikian, umat muslim tidak mampu bertahan
dari serangan serangan Kristen yang besar, sedangkan Seville jatuh pada tahun
1248 M. Hampir seluruh wilayah Andalusia lepas dari tangan pengoasa Islam.
f.
Periode
Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam berkuasa di
Granada, di bawah Dinasti Ahmar atau Nasriah (1232-1492). Dinasti ini yang
mendirikan istana al-Hamra di kota Granada. Peradaban kembali mengalami
kemajuan, seperti pada jaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi secara politik,
dinasti yang merupakan pertahanan terakhir di Andalusia berakhir karena
perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Dengan jatuhnya kerajaan Bani Ahmar,
berakhirlah kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M, sampai tinggal
sisa-sisanya, yang kemudian di paksa oleh paus-paus di Roma untuk memeluk agama
Nasrani. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di
wilayah tersebut, meskipun Islam telah berjaya dan bisa berkuasa selama lebih
dari tujuh abad.
3.
Keruntuhan Pemerintahan Islam di Andalusia
a.
Awal
keruntuhan
Khalifah terakhir Daulah Umayyah di
Andalusia adalah Hisyam III al-Mu'tadd. Setelah bertahan selama 275 tahun.
Daulah Umayyah di Andalusia akhirnya runtuh. Keruntuhan dinasti ini disebabkan
oleh sering terjadinya perseteruan, rivalitas politik, dan konflik internal
dalam tubuh pemerintahan yang saling memperebutkan kekuasaan. Situasi rawan ini
diperparah oleh kelemahan pemerintah pusat sejak perdana menteri Ibnu Amir
al-Mansyur meninggal dunia pada tahun 39 H/1008 M.
b.
Proses
keruntuhan
Setelah meninggalnya Perdana Menteri
Ibnu Amir al-Mansyur, setiap pengoasa di daerah-daerah mengklaim diri sebagai
pengoasa yang berdaulat dan memiliki kekuasaan sendiri. Selama 50 tahun, Andalusia
tidak mempunyai satu kesatuan komando, terpecah menjadi 20-30 Thaifah (jamak:
thawaif). Kurun waktu sejak tahun 400 H/1010 M sampai dengan Dinasti Murabithun
merebut kekuasaan di Andalusia pada tahun 480 H/1090 m disebut periode Muluk
ath Thawaif (raja-raja golongan). Tragedi keruntuhan Muslim di Andalusia
semakin dekat karena terjadi saling serang antar dinasti demi mencapai ambisi politik.
Dinasti Abbadiyah di Sevilla menaklukkan Dinasti Hamudiyah di Malaga dan
Dinasti Jahwariyah di Cordava. Perang antar dinasti dan antar raja golongan ini
menyebabkan semakin lemahnya kekuasaan muslim di Andalusia. Ketika terjadi
kemelut politik seperti ini, raja raja Kristen terus menyusun taktik strategi
memperkuat diri. Kerajaan Leon dan Castilia pada tahun 1230 M bergabung menjadi
satu kekuatan di bawah komando Alfonso VI, dan berhasil mengambil alih
wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Muluk ath-Thawaif, Galicia dan Navarre
dianeksasi (dimasukkan/digabung) ke dalam kekuasaan Kristen. Badajoz,
saragossa, dan Toledo direbut kembali.
Dalam situasi terjepit ini, para
ulama dan cendikiawan Muslim Andalusia memohon bantuan kepada Muhammad II
al-Mu'tadi (461 484 H/1069-1091 M) dari Dinasti Abbasiyah untuk mendatangkan
pasukan Murabithun di Afrika Utara ke Andalusia untuk menghentikan gerakan
reqonquista (penaklukan kembali) yang terus dilancarkan dengan gencar oleh para
pengoasa Kristen. Pasukan Murabithun di bawah komando Yusuf bin Tasyfin
berhasil melumpuhkan pasukan Alfonso VI dalam pertempuran di Zallaqa pada tahun
4479 H/1086 M. Ferdinand dan Isabella menuntaskan reqonquista dengan menyerbu
Emirat Granada pada tahun 1482 dan berakhir dengan takluk dan tumbangnya
Granada pada pada tanggal 2 Januari 1482.
c.
Pasca
keruntuhan Andalusia
Setelah Andalusia mengalami
keruntuhan ditandai dengan jatuhnya Granada pada tahun 1482, Raja Ferdinand dan
ratu Isabella menetapkan Islam di Andalusia sebagai agama ilegal dan ibadahnya
merupakan tindak kejahatan diikuti dengan tindakan represif, masif dan
sistemik. Kerajaan dan seluruh jajaran aparatnya membabat habis agama ilegal
dan praktik ibadah yang dianggap jahat.
Sentimen anti-Islam meluas
dimana-mana di Andalusia pada waktu itu. Orang-orang Islam harus memilih: tetap
berada di Spanyol tetapi harus memeluk agama Kristen lagi atau harus diusir
paksa dari Andalusia. Pembakaran buku-buku dan manuskrip di Andalusia oleh
Kardinal Fransisco Ximenes de Cisnerros dan para loyalisnya mirip dengan
pembakaran buku-buku dan manuskrip di Baghdad yang dilakukan oleh Hulagu Khan
dan pasukannya.
Terjadinya inkuisisi yang didirikan
oleh Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia, yang
bertujuan untuk memelihara ortodoksi Katolik di Andalusia, dan mengadili
perkara perkara aliran sesat pasca reqonquista.
4.
Keteladanan Dari Pemerintahan Islam di Andalusia
Keteladanan yang bisa diambil dari pemerintahan Islam di Andalusia
di antaranya adalah:
a)
Niat
tulus dan semangat juang yang tinggi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh
para prajurit dalam menaklukkan Andalusia,
b)
Semangat
kaum Muslimin dalam meraih cita-cita sangat tinggi sehingga melahirkan
persatuan dan kesatuan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan Islam. Salah
satu buktinya adalah meskipun Bani Umayyah telah dihancurkan oleh bani
Abbasiyah, perluasan wilayah terus dilanjutkan sehingga kebudayaan Islam di
Eropa tetap berkembang.
c)
Sikap
pantang menyerah, tangguh dan kesatria dalam menghadapi setiap tantangan yang
dihadapi.
d)
Semangat
mencari ilmu, sebagai mana telah dilakukan oleh para ilmuwan Islam sehingga Andalusia
menjadi pusatnya ilmu pengetahuan dan peradaban.
B.
Sejarah Pertumbuhan,
Perkembangan, dan Keruntuhan Pemerintahan Islam di Turki Sebelum Abad XX
1.
Pertumbuhan Islam di Turki
a.
Turki
Sebelum Islam
Bangsa Turki berasal dari sebuah
rumpun bangsa dikenal dengan Ural Altaic yang disebut juga rumpun bangsa
berkulit kuning. Mereka hidup dikaki pegunungan Altaic,bagian barat dari padang
rumput Mongolia. Beberapa ahli menggolongkan bangsa ini kedalam rumpun bangsa
kulit kuning yang kemungkinan besar mempunyai hubungan erat dengan bangsa asli
yang mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian). Mereka berkiprah
dengan mengukir sejarah ini tidak dengan sebutan bangsa Turki tetapi bangsa
Hun.
Penopang hidup mereka adalah
penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih
lemah. Mereka mengorganisasi di bawah pimpinan seorang yang disebut Khan. Dari
segi keyakinan bangsa Altaic menganut kepercayaan Syaman. Dalam keyakinan
tersebut, para penganutnya menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem
dan roh. Konon kata "Turki" berarti "kekuatan,kekuasaan".
Disebut pula bahwa pertama-tama Turki merupakan nama suatu suku atau lebih yang
merupakan keluarga yang berkuasa.
Sejak akhir abad ke-tujuh M, bangsa
Turki yang mendiami wilayah Asia Tengah mulai mengenal agama baru, yaitu Islam.
Media yang memperkenalkan mereka dengan Islam adalah adanya hubungan dagang.
Keberadaan bangsa Turki semakin menonjol setelah mereka memeluk Islam. Mereka
bukan saja melakukan perdagangan tetapi juga menyebarkan Islam karena kontak
dagang bangsa Turki yang bertempat tinggal di bagian wilayah Asia Tengah ini
pedagang muslim Arab yang telah memperkenalkan Islam kepada bangsa Turki.
Pedagang-pedagang Arab memasuki wilayah Turki dengan menembus rute-rute
perjalanan baru yang bisa memberi manfaat bagi pengembangan Islam dan
perdagangan. Langkah ini telah membuat bangsa Turki mengenal Islam melalui
perhatian mereka atas budaya dan praktek agama yang dilakukan oleh bangsa Arab.
Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia, yaitu
dinasti Seljuk dan dinasti Turki Utsmani.
b.
Turki
Sebagai Bagian dari Dinasti Abbasiyah Dinasti Seljuk (469-706 H/ 1077 - 1307 M)
Dinasti Seljuk merupakan dinasti
yang utama dari bangsa Turki dan banyak perkembangan yang terjadi pada masa
pemerintahan dinasti ini. Wilayah kekuasaannya meliputi Irak, Iran, Kirman, dan
Syria. Dinasti Seljuk didirikan oleh Seljuk bin Duqaq dari suku Guzz di Turkestan.
Akan tetapi tokoh yang dipandang sebagai pendiri dinasti seljuk yang sebenarnya
adalah Tugrul Bek. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan dinasti Seljuk dan
mendapat pengakuan dari Dinasti Abbasiyah. Dalam perkembangannya, dinasti
Seljuk dibagi menjadi lima cabang, yaitu Seljuk Agung/Iran, Seljuk Irak, Seljuk
Kirman, Seljuk Asia Kecil, dan Seljuk Syria.
1)
Seljuk
Agung/Iran
Daerah kekuasaan Seljuk Agung
meliputi Ra, Jabal, Irak, Persia dan Ahwaz. Tonggak berdirinya dinasti Seljuk
adalah ketika Tugrul Bek berhasil mengalahkan dinasti Ghaznai dan menduduki
singgasana kerajaan di Naisabur. Selama memegang kekuasaan, Thugrul Bek
menggalang persatuan yang kuat dengan saudara-saudaranya dengan memberikan
wilayah kekuasaan tertentu. Pada tahun 1050 1051 M, ia berhasil merebut Isfahan
dan menghancurkan kekuatan Dalamah di Persia.
Setahun setelah berhasil mengoasai
Baghdad, Trughul Bek meninggal dunia pada tanggal 8 Ramadhan 455 H/1062 M.
Penggantinya, Israil bin Seljuk yang lebih poluler dengan Arslan, mencoba
melakukan konsolidasi dan ekspansi wilayah. Ia menjadikan kota Rayy sebagai ibu
kota kesultanan Seljuk, sebagaimana pada masa pemerintahan Thugrul Bek.
Dalam upaya memperkokoh
pemerintahannya, Arslan menjadikan silaturahmi dalam bentuk perkawinan. Ia
menikahkan putranya, Malik Syah dengan Putri Tumghaj Khan, pengoasa kerajaan
Khanniyah, dan putranya yang lain dengan putri Ibrahim al-Ghaznawi. Hal ini
dilakukan untuk menambah kekuatannya dalam menghadapi ancaman kekuatan Romawi.
Pada bulan Agustus 1071 M, terjadi
pertempuran antara dinasti Seljuk dengan Romawi di Manzikart, pasukan Seljuk
berhasil memenangkannya. Kemenangan ini menjadikan dinasti Seljuk. sebagai
dinasti pertama yang memperoleh kekuasaan penuh atas kekaisaran Romawi. Berkat
kemenangan itu juga, Ramailus Diogenus (pemimpin pasukan Bizantium) harus
membayar jizyah atau upeti kepada kesultanan Seljuk selama 50 tahun.
Menjelang akhir kepemimpinan Arslan,
hubungan Kesultanan Seljuk dengan Kesultanan Ghaznawi mulai memburuk karena
meninggalnya Tumghaj Khan (pemimpin Ghaznawi). Anak Tumghaj, Arslan al-Din
Nasyir berkeinginan menaklukkan Kesultanan Seljuk dan melakukan pemberontakan.
Pada pemberontakan tersebut Arslan terbunuh dan kedudukannya digantikan oleh
putranya, Malik Syah.
Kepemimpinan Malik Syah (1072-1092
M) cukup cemerlang. la berhasil mempertahankan wilayah yang telah diwariskan
pemimpin sebelumnya, bahkan memperluasnya. Setelah beberapa waktu berlalu,
hubungan antara Malik Syah dengan Nidham al-Mulk memburuk dan puncaknya adalah
terbunuhnya Nidham al-Mulk. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 15 Syawal 485
H/1092 M, Malik Syah juga wafat. Posisinya digantikan oleh putra tertuannya,
yaitu Rukn al-Din Barqyaruk.
2)
Seljuk
Irak
Wafatnya Malik Syah memunculkan
perpecahan di antara kerabat kerajaan. Hal ini ditandai dengan munculnya
kesultanan kecil di wilayah Seljuk raya dan berusaha memisahkan diri dari
kekuasaan Seljuk Raya di Iran. Di wilayah Irak, Mahmud adalah pengoasa pertama
kali yang memisahkan diri. Ia melakukan pemberontakan terhadap pamannya, Sultan
Sanjar. Pemisahan wilayah Irak secara independen dari kekuasaan Seljuk Raya
akhirnya dipenuhi dengan menjadikan Mahmud sebagai waliy al-ahd untuk wilayah
yang sama, dengan gelar sultan di depan namanya. Akan tetapi ia tetap
memerintah di Irak atas nama pamannya, Sanjar, meskipun pada saat yang sama
merupakan sultan bagi bangsa Seljuk di Irak.
3)
Seljuk
Syria
Para pengoasa Seljuk Sria merupakan
keturunan dari Tajuddaulah Tutus bin alp-Arselan yang telah memerintah Sam pada
tahun 470 H/1078 M atas perintah Malik Syah yang memberinya wilayah kekuasaan
di Damaskus dan sekitarnya. Tutusy berhasil meluaskan pengaruhnya ke Halep
(Aleppo), ar-Raha ((Rayy), Harran (Turki), serta Azerbaijan dan Hamada sebagai
batu loncatan untuk mengoasai Iran. Karenanya Tutus terlibat peperangan dengan
Rukn al-Din Barqyaruk, keponakannya sendiri. Barqyaruk tidak mampu mengalahkan
kekuatan Tutusy sehingga melarikan diri ke Isfahan untuk meminta bantuan
saudaranya, Nashir al-Din Mahmud. Akhirnya Tutusy berhasil dibunuh oleh
keponakannya dalam sebuah pertempuran besar di dekat Rayy pada bulan Safar 488
H/1095 M.
Sepeninggal Tutusy, kepemimpinan
Seljuk Syria dilanjutkan oleh Ridwan Fakhr al-Mulk (488-507 H/1095-1113 M), Taj
al-Daulah alp Arselan al-Akhrasy bin Ridwan (507 H/1113 M), dan Sultan Syah bin
Ridwan di bawah pengawasan Bad al-Din Lu'lu'. Setelah itu kekuasaan Seljuk
Syria runtuh pada tahun 511 H/1117 M pada masa kekuasaan para atabeg dari garis
keturunan Tubtigin (Buriyyah) dan para amir Arluqiyyah.
4)
Seljuk
Kirman
Kesultanan Seljuk Kirman didirikan
oleh Imad al-Din Kara Arsela Qawurt bin Chaghri Bek Dawud bin Mikail atau yang
lebih dikenal dengan Qawurt.Itulah sebabnya keturunan Seljuk Kirman disebut
juga Qawurtiyun. Beberapa tahun kemudian, Qawurt berhasil mengoasai ibu kota Bardasir
dan berhasil mendirikan pemerintahan di daerah Persia. Setelah merasa kuat, ia
pun mulai melawan dan menentang, serta ingin memisahkan diri dari kekuasaan
saudaranya, Alp-Arslan. Namun niat untuk memisahkan diri diurungkan setelah
melihat keunggulan dan kekuatan Alp-Arslan.
Dinasti Seljuk Kirman mulai
mengalami kehancuran ketika dipimpin oleh Muhammad Syah bin Bahrain Syah.
Kerajaan tersebut diserang oleh raja-raja dari Guzz, yang kemudian berhasil
mengoasai kesultanan. Sejak itu, wilayah Kirman menjadi kekuasaan kelompok Guzz
dengan rajanya Malik Dinar (583 H/1187 M).
5)
Seljuk
Asia Kecil
Seljuk Asia Kecil atau yang juga
dikenal Seljuk Rum, berkuasa sekitar 220 tahun, dengan jumlah kesultanan kurang
lebih 14 orang. Asal usul keturunan mereka berasal dari nenek moyangnya Abu
al-Fawaris Qutulmisy bin Israil bin Seljuk, yang diangkat sebagai pengoasa di
daerah al-Mawsil (Mousul, Irak), Diyar Bakr dan Syam pada masa penaklukan yang
pertama.
Setelah meninggalnya Thrugrul Bek
pada 455 H/1063 M dan naiknya Alp-Arslan, Abu al-Fawaris Qutulmisy melakukan
pemberontakan karena merasa lebih berhak atas tahta kerajaan. Tetapi usahanya
tidak berhasil, bahkan ia terbunuh oleh Alp-Arslan. Keturunan Abu al-awaris
Qutulmisy berhasil diselamatkan setelah mendapat bantuan dari Nizam al-Mulk,
hanya saja pengoasanya tidak diperkenankan memakai gelar amir.
Selanjutnya pimpinan pemerintahan
dipegang oleh Sulaiman bin Qutlumisy yang diberi wewenang mengoasai Asia Kecil
atas kebijakan dari Malik Syah. Nama Sulaiman makin terkenal setelah berhasil
merebut Antakiyah pada tahun 477 H/1085 M dari tangan orang orang Plilaterus,
Armenia. Selain itu, tidak lama setelah ia naik tahta, Sulaiman membagikan
tanah kepada para petani yang belum memiliki tanah. Tanah ini sebelumnya
merupakan milik pejabat Bizantium. Kebijakan ini memberikan kontribusi penting
bagi kehidupan sosial dan mengeliminasi munculnya aristokrasi para pemilik
tanah.
Setelah Sulaiman bin Quthlumisy
wafat, Malik Syah mengangkat Sulaiman Qilij Arslan I, yang kemudian menjalin hubungan
dengan kaisar Bizantium sehingga ia memiliki kebebasan melebarkan pengaruh ke
wilayah sebelah timur, Kemudian, qilij kembali ke ibu kota untuk
mempertahankannya dari serangan tentara Salib. Ketika kota ini jatuh ke tangan
tentara Salib, Qilij Arslan 1 memindahkan ibu kota ke Kenya. Setelah itu, ia
menjalin kerjasama dengan Kaisar Bizantium dalam melawan tentara Salib. Namun
akhirnya, Qilij terbunuh dalam pertempuran hebat dengan tentara Seljuk Raya di
Sungai Khabur.
Adapun para pengoasa yang memimpin
Kesultanan Seljuk Rum adalah sebagai berikut: Sulaiman bin Quthlumusy, Qilij
Arslan I (1086-1107 M) Malik Syah dan Mas'ud (1107-1155 M), Qilij Arslan III
dan Giyasuddin Kaikhusraw (1204-1210 M), Izzuddin Kaikhusraw II (1237-1245 M)
Izzudin Kaikhusraw III (1246-1256 M), Rukhuddin Qilij Arslan IV (1237-1266 M), Giyasuddin
Kaikhusraw III (1266-1282 M).
Giyasuddir, Mas'ud II dan Alaudin
Kaikobad II (1282-1302 M) Turki Seljuk di Anomalia berhasil mencapai masa
kejayaannya pada masa kepemimpinan Alaudin Kaikobad (1219-1237 M). Ketika itu,
kawasan Asia berada dalam ancaman penaklukan bangsa Mongol sehingga membangun
tembok yang melindungi kota Kenya.
Kesultanan Seljuk ini dapat bertahan
lebih lama dibandingkan dengan Dinasti Seljuk yang lain meskipun terjadi banyak
pertentangan intern. Kehancuran dinasti Seljuk Asia Kecil diawali dengan
masuknya orang-orang Mongol yang lama kelamaan dapat mengoasai pemerintahan,
dan akhirnya mampu merebut kesultanan di bawah pimpinan Gaza Khan.
Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Seljuk
Kemunduran Dinasti Seljuk disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal penyebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti Seljuk di antaranya:
1. Terjadinya perebutan kekuasaan di
antara anggota kerajaan keluarga
2. Pembagian wilayah yang mereka
lakukan justru menjadi benih perpecahan.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil.
4. Terjadinya kemerosotan di bidang
ekonomi
5. Munculnya aliran-aliran sesat dan
fanatisme keagamaan.
Faktor eksternal penyebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti Seljuk
di antaranya:
1. Serangan dari tentara Romawi.
2. Perang Salib.
3. Serangan tentara Mongol yang
menghancurkan Baghdad.
c.
Berdirinya
Pemerintahan Turki Utsmani
Sejak berakhirnya masa keemasan Dinasti Abbasiyah, kondisi politik
umat Islam mengalami kemajuan kembali berkat tiga kerajaan besar yang muncul
setelahnya, yaitu Turki Utsmani di Turki (1300 1922 M) yang berpusat di
Istambul; Mughal yang berpusat di India (1526-1858 M) dan mengoasai anak Benua
India pada awal abad ke 17; serta Safawiyah yang berpusat di Persia. Di antara
tiga kerajaan itu, wilayah kerajaan Turki Utsmani yang paling besar.
Pendiri Kerajaan Turki Utsmani adalah bangsa Turki dari kabilah
Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Tiongkok. Dalam
jangka waktu sekitar 3 abad, mereka berpindah ke Turkistan, Persia dan Irak.
Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau 10 M saat menetap di Asia Tengah. Di
bawah tekanan berbagai serangan Mongol pada abad ke-13 M, bangsa Turki yang
dipimpin oleh Artogol melarikan diri menuju Dinasti Seljuk untuk mengabdi
kepada pengoasa, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Alaudin II. Artogol dan
pasukannya bersekutu dengan pasukan Seljuk demi membantu Sultan Alaudin II
berperang menerang Byzantium. Usaha inipun berhasil, artinya pasukan Seljuk
mendapat kemenangan. Atas jasa baik tersebut, Sultan Alauddin II menghadiahkan
sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Nah, sejak
itulah bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih kota syukud
sebagai ibu kota.
Pada
tahun 1289 M, Artogol meninggal dunia. Kepemimpinannya diteruskan oleh
putranya, Utsman (nama lengkapnya Sultan Utsmani bin Sauji bin Artogol bin
Sulaiman bin Kia Alp). Putra Artogol inilah yang diyakini sebagi pendiri
Kerajaan Turki Utsmani. Ia memerintah pada tahun 1290-1326 M.
2.
Perkembangan Pemerintahan Turki Utsmani
Kerajaan Turki Utsmani termasuk
salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada masa pertengahan, selain
Safawiyah dan Mughal. Kerajaan ini ada di Istambul, Turki. Kerajaan itu berasal
dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah. Mereka
tergolong suku Kayi, salah satu suku di Turki Barat yang terancam gelombang
keganasan serbuan bangsa Mongol.
Utsman banyak berjasa terhadap
Sultan Alaudin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Byzantium.
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk, dan Sultan Alauddin
II pun terbunuh. Kemudian, kerajaan Seljuk terbelah menjadi beberapa kerajaan
kecil. Utsman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang
didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Utsmani dinyatakan berdiri. Adapun
pengoasa pertamanya adalah Utsman (yang sering disebut Utsman I).
Dalam perkembangannya, kerajaan
Turki Utsmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri, kerajaan
ini dipimpin oleh Utsman 1 bin Artogol (1299-1326 M), yang berakhir dengan
kepemimpinan Mahmud II bin Mujib (1918-1922 M). Dalam perjalanan sejarah
selanjutnya, Kerajaan Turki Utsmani termasuk salah satu dari tiga kerajaan
besar yang mendatangkan kemajuan dalam Islam. Selama 6 abad (1294-1924 M)
berkuasa, Kerajaan Turki Utsmani mempunyai raja sebanyak 40 orang silih
berganti.
3.
Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
1.
Faktor-faktor
internal
a.
Buruknya
sistem pemerintahan
b.
Hilangnya
keadilan
c.
Banyaknya
korupsi
d.
Meningkatnya
kriminalitas
e.
Heterogenitas
penduduk dan agama
f.
Kehidupan
istana yang bermegah-megahan
g.
Merosotnya
perekonomian negara akibat peperangan, yang dalam sebagain peperangan kerajaan Turki
Utsmani mengalami kekalahan.
2.
Faktor-faktor
eksternal
a.
Munculnya
gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk kepada kerajaan Turki Utsmani
(saat berkuasa) akhirnya menyadari kelemahan kerajaan ini. Dengan demikian,
ketika kerajaan tersebut melemah, mereka bangkit untuk melawannya.
b.
Terjadinya
kemajuan teknologi di wilayah Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Dalam
hal ini, kerajaan Turki Utsmani senantiasa mengalami kekalahan, karena mereka
masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat, seperti Eropa,
sudah menggunakan senjata yang lebih maju dan canggih.
C.
Sejarah Pertumbuhan,
Perkembangan dan Keruntuhan Islam di India Sebelum Abad XX
1.
Sejarah Masuknya Islam di India
Islam yang masuk ke India pada abad
ke-7 disebarkan melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah melalui kegiatan perdagangan,
kemudian mendirikan kerajaan dan sekaligus bersamaan dengan itu datang pula
para penyebar Islam (da'i / muballigh) yang mendakwahkan agama Islam kepada
masyarakat India. Dengan penyebaran Islam seperti itu, maka masyarakat Islam
India waktu itu dapat dibagi menjadi dua: (1) golongan keturunan asing yang
datang ke India membawa agama Islam; (2) golongan penduduk asli yang tadinya
memeluk suatu agama tertentu kemudian masuk Islam melalui berbagai cara dakwah
secara bertahap dalam periode tertentu.
Wilayah Asia selatan (dulu India)
sudah terdapat dua golongan besar yang berbeda kepercayaan, yaitu Dravida
mempercayai agama secara abstrak dan Aria secara nyata, sehingga terjadilah
pertentangan pertentangan kepercayaan. Akibatnya, bangsa Dravida menjadi lemah
dan ada yang ikut menganut kepercayaan bangsa Aria. Bangsa Aria yang lebih kuat
memaksa bangsa Dravida untuk menganut kepercayaan mereka. Kemudian kepercayaan
ini berkembang menjadi agama Brahmana (Hindu) yang melahirkan adanya
kasta-kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatriya, Waisya dan Sudra
Pada zaman Nabi Muhammad saw Islam
masuk ke kawasan Asia Selatan secara penetration pasifique melalui hubungan
perdagangan di kota-kota pesisir pantai barat dan selatan. Pada waktu itu,
kondisi sosial dan politik India sedang rapuh dengan terjadinya penindasan kaum
kasta Brahmana terhadap kasta yang lebih rendah, juga terjadinya perebutan
kekuasaan di antara raja-raja Hindu. Selanjutnya hubungan politik antara Arab
dengan India sedang rapuh. Dalam kondisi yang demikian pasukan Islam di bawah
pimpinan Muhammad ibn Qasim (semasa Khalifah al Walid I-datang membawa harapan
bagi keselamatan orang yang tertindas melalui penerapan keadilan sosial yang
memberi harapan baru. Mereka berdampingan memasuki tentara muslim. Kemudian
mengucapkan setia kepada orang muslim. Islam di India dapat dibagi empat
periode besar, yaitu: (1) awal masuknya Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw
sampai Dinasti Ghuri; (2) Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526 M; (3)
Islam pada masa Dinasti Mughal 1526-1857 M; (4) Islam pada masa penjajah dan
pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.
Awal masuknya Islam di India dapat
dibagi dalam empat periode, yaitu periode Nabi Muhammad saw, periode
Khulafaur-Rasyidin dan Dinasti Umayyah, periode Dinasti Ghazni dan periode
Dinasti Ghuri. Pada masa Nabi Muhammas saw banyak orang dari suku Jat (India)
menetap di Arab. Di antaranya, ada yang mengobati dan menyembuhkan Aisyah,
istri Nabi Muhammad saw, kemudian menjadi khadimah-nya. Pada masa
Khulafaur-Rasyidin, beberapa ekspedisi ke India melalui laut tidak berhasil
karena tenggelamnya armada, di samping tentara Arab kurang ahli di laut.
Invansi melalui laut selanjutnya dilarang oleh Umar bin Khaththab, tentara Arab
berhasil mengoasai Kirman, Sizistan, sampai Mekran. Setelah itu tidak ada
kemajuan yang berarti kecuali hanya investasi adat istiadat dan jalur menuju
India. Pada masa Muawiyah ibn Abi Sufyan (dinasti Umayyah) tentara Islam hanya
sampai Kabul (Sekarang ibu kota Afghanistan). Pada zaman Walid ibn Abdul Malik,
terjadi drama pembajakan terhadap orang orang Islam di wilayah kekuasaan raja
Dahir.
Di kalangan masyarakat Arab, India
dikenal sebagai Sind atau Hindu. Sebelum kedatangan Islam, India telah
mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir,
hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun
perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya
berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi
Islam.
2.
Dinasti-Dinasti yang Pernah Berdiri di India
1)
Dinasti Ghazni (977-1186 M)
Cikal bakal kerajaan ini adalah
sebuah kerajaan kecil yang berdaulat penuh dengan ibu kotanya Ghazni.
Pendirinya adalah seorang hamba sahaya dari Kerajaan Turki yang dapat
memerdekakan dirinya. Dan namanya adalah Alpitigin. Kemudian ia digantikan oleh
menantunya yang bernama Sabaktigin (Mahmud Sabaktigin bin Alp Takin dari
Ghazna). Dibawah pemerintahannya Kerajaan Ghazni semakin luas berkembang sampai
Afganistan. Tokoh yang terkenal dari dinasti ini adalah Sultan Mahmud
(9998-10330 M). Pengakuan dari Khalifah Baghdad, al-Qadir Billah, dengan
memberi gelar Yamin al-Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al-Millah (orang
kepercayaan agama) kepadanya oleh Mahmud dijadikan sebagai modal ekspedisi ke
India sebanyak 17 kali yang semuanya dimenangkan, terutama pengoasaan Somnath
di Khathiawar. Ibn al-Athir mengatakan baha orang Hindu menganggap keberhasilan
Mahmud akibat kemarahan dewa-dewa Somnath. Untuk membuktikan kebohongan mereka,
Mahmud memutuskan untuk menaklukkan Somnath.
Mengenai invansi Sultan Mahmud, ada
tiga motif yang dipertentangkan yaitu agama, politik, dan ekonomi. Mahmud
ditugaskan oleh Khalifah di Baghdad untuk menyebarkan Islam di India,
memenangkan kalimat tauhid dan menghilangkan pengaruh syirik. Ia menghancurkan
candi-candi hindu di Nagarkot, Somnath, dan tempat-tempat lain dan menggerakkan
ribuan orang Hindu termasuk banyak raja untuk memeluk Islam.
Secara politis, motivasi Mahmud
adalah untuk menaklukkan dan memperluas kekuasaan, serta mendirikan kerajaan
Asia Tengah. Kenyataannya Mahmud masih puas dengan pengambilalihan Punjab dan
beberapa tempat lain, seperti Sind dan Multan. Beberapa alasan politis juga
memaksa Mahmud untuk menyerang India berulang kali. Dari segi ekonomi, Mahmud
membutuhkan uang dan kekayaan India untuk membiayai propagandanya terhadap
musuh-musuhnya di Asia Tengah dan untuk membangun Ghazni menjadi pusat kerajaan
besar. Banyak harta kekayaan yang dibawanya dari India sehingga India terkenal
ke seluruh dunia. Secara ekonomi, invansi itu mengakibatkan kekayaan India
terkuras, di samping menopang kejayaan dan kebesaran Ghazni. Secara budaya ia
membawa peradaban orang Hindu dan Islam saling tukar ide-ide dan pemikiran,
serta secara tidak langsung membuka jalan bagi kemajuan Islam di India di masa
mendatang.
2)
Dinasti Ghuri
Mu'izuddin Muhammad ibn Sam, lebih
poluler dengan Muhammad Ghuri, mengoasai Ghazni pada tahun 1173 M. Setelah
memperkuat dirinya di Ghazni, ia mengalihkan perhatian ke India. Faktor-faktor
yang mendorongnya mengalihkan perhatian ke India anatara lain adalah gagalnya
usaha mendirikan kerajaan di Asia Tengah dan ancaman dari sisa-sisa dinasti
Ghazni di Punjab. Di samping itu tidak ada kesatuan politik di India. Dalam keadaan
tersebut, Ghuri mendapatkan kesempatan emas bagi kesuksesannya.
Multan dan Sind berhasil dikuasai,
tetapi ia mendapat kesulitan untuk menaklukkan India melalui jalur itu,
sehingga mengalihkannya ke Punjab yang merupakan pintu masuk ke Hindustan.
Punjab masuk dalam wilayah kekuasaannya dan sejak saat itu riwayat Dinasti
Ghuri berakhir.
3)
Dinasti Khalji (1290-1320 M
Dinasti Khalji asal dari nama Khalj,
daerah pegunungan di Afghanistan, dimana beberapa abad sebelumnya orang
berkebangsaan Turki berdiam secara permanen. Mereka sangat berjasa dalam
Islamisasi di Asia terutama di India. Salah seorang tentara dari Khalji menyelamatkan
Muhammad Ghuri dari ambang maut, saat ia diserang oleh musuh dalam perjalanan
pulang setelah kalah di Tarain I. Pada 1290 M, hilanglah dinasti awal kekuasaan
Turki, dan setelah Balban wafat pada287 M, tidak ada orang kuat lagi yang dapat
mempertahankan kekuasaan mereka, sehingga masuklah kekuatan baru dari
Afghanistan, yaitu Dinasti Khalji.
Sultan pertama adalah Malik Firuz
dengan nama Sultan Jalauddin Firuz (12990-1296 M) naik tahta. Sultan ini ketika
naik tahta sudah berusi 75 tahun, tidak pernah bertindak tegas dan keras
terhadap rakyat, kecuali terhadap seorang sufi dan ulama besar, yaitu Sidi
Maula. la dibunuh dengan diinjak gajah di muka umum karena atas laporan
mata-mata, Sidi mulai dicurigai akan bersaing kekuasaan dengan sultan. Zia al-Din
Barani, Tarikh-e-Firuz Shahi menyatakan, bahwa tahun kematian Sidi Maulana
ditandai dengan angin topan keras, memporak-porandakan kota Delhi dan banyak
orang mati kelaparan di sana.
Sultan yang sangat memperhatikan
siar Islam sudah lanjut usia, sesungguhnya tidak sanggup lagi memberikan
perlawanan kepada orang mongol yang mendesak kedua kalinya. Oleh karena itu,
yang paling terkenal dan kuat, Alauddin Khalji naik tahta dengan membunuh paman
dan mertuanya sendiri, sultan Jalaluddin.
Alauddin merupakan seorang pengoasa
yang ambisius. Sama halnya dengan Alexander II yang menghendaki mengoasai
dunia, bahkan ia menginginkan menjadi Nabi, dengan alasan bahwa Nabi Muhammad
saw memiliki empat Sahabat (Khulafaur-Rasyidin), ia juga memiliki empat
Sahabat, yaitu Ulugh Khan, Ja'far Khan, Nusrat Khan dan Alap Khan. Alaul Mulk
(paman dari ahli sejarah terkemuka Ziauddin Barani) memberi masukan kepada
sultan, sebaiknya tinggalkan ambisi untuk mengoasai dunia, lebih baik
mencurahkan pemikirannya untuk membangun India. Sebab Alexander Agung memiliki
seorang wazir yang pandai dalam bidang pemerintahan dan disiplin ilmu
pengetahuan yang lain, yaitu Aristoteles, sedangkan Sultan tidak memiliki
penasehat sepandai itu.
Setelah ambisinya dilepas, Alauddin
mulai berpikir tentang negara, Oleh karena itu, ia mulai memperbarui kekuatan
militer. la berpendapat seorang pengoasa bisa bertahan dan berhasil apabila
tentaranya kuat dan tidak boleh di tangan rakyat (pegawai dan tentara) memiliki
banyak harta. Karena jika demikian mereka akan mudah berontak. Akhirnya sultan
membatasi gaji pegawai dan tentara.
Pada tahun-tahun penghabisan hidup
Sultan itu kesehatannya terganggu, ia lekas marah dan ketagihan minuman keras.
Pemerintah diserahkan kepada panglima Malik Kafur, yang menaklukkan Deccan dan
India selatan. Putera-putera sultan tidak ada seorangpun yang cakap. Dalam
keadaan itulah Sultan meninggal dunia. Putra Sultan, Qutubuddin Mubarak Khalji
(umur 17 tahun) berhasil merebut istana dan mengangkat dirinya jadi Sultan. Ia
memerintah selama dua tahun selaku raja yang ganas dan buas. Mubarak Khalji
adalah sultan pertama kali dari kesultanan Delhi yang menolak legitimasi dari
khalifah Abbasiyah yang berpusat di Kairo. Diumumkan bahwa ia adalah pengoasa
mutlak.
Sultan Mubarak dibunuh dan Khusru
mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan nama Nasiruddin. Akan tetapi
kenyataannya ia lebih buas lagi dari sultan yang digantinya. Delhi mengalami
pemerintahan yang selama satu tahun memperkosa hak penduduk, kesopanan dan
kehormatan dengan tidak ada bandingannya.
Setelah penindasan memuncak maka
muncullah tokoh yang akan melepaskan rakyat dari penindasan, yaitu Ghazi Malik,
seorang panglima Sultan yang mempertahankan batas utara dalam serangan bangsa
Mongol yang mendesak Ike lembah India pada masa itu. Atas permintaan kaum
ningrat ia terus datang dengan tentaranya ke Delhi. Khusru serta pengikutnya
terbunuh dalam peristiwa tersebut dan akhirnya rakyat terbebas dari keganasan
sultan Khusru. Akhirnya kesultanan tersebut diserahkan kepada Ghazi Malik dari
Bani Tughlaq.
4)
Dinasti Tughlaq (1320/1414 M) Tahun 1320 M,
Dinasti Tughlaq didirikan oleh Ghazi
Malik dari bangsa Turki yang mampu mengalahkan Dinasti Khalji. Ia merupakan
pimpinan dari suku Qarauna yang berdiam di antara pegunungan Sind dan
Turkistan. Ia seorang sultan yang saleh, suka menolong dan bersemangat. Ia
paling membenci pejabat-pejabat yang korup.
Salah seorang raja dari Dinasti
Tughlaq adalah Muhammad ibn Tughlaq yang terkenal tidak konsisten dalam
memutuskan dekrit sehingga rakyat India, baik yang Islam, apalagi yang hindu
tidak tahan lagi dan menyatakan merdeka. Rakyat tidak paham dengan gagasan
sultan yang juga berambisi tinggi. Gagasan Muhammad ibn Tughlaq terkenal dengan
gagasan lima butir yang terpuji, namun semuanya gagal. Gagasan tersebut adalah
:
a)
Proyek
pemindahan ibu kota dari Delhi ke Deogir, dengan alasan untuk mensejahterakan
rakyat di daerah selatan dan mengislamkan daerah tersebut. Namun setelah pindah
ke Deogir, ternyata Delhi dikuasai oleh para penjahat, oleh karena itu ia
memutuskan untuk kembali.
b)
Ekspedisi
ke Khurasan, Sultan juga seorang yang ambisius, namun persiapan selama setahun
dengan merekrut 370.000 orang dibatalkan. Sultan bekerjasama dengan Termasirin
(pengoasa Mongol) dan al-Nasir (pengoasa Mesir) untuk mengalahkan pemerintahan
Khurasan yang dipimpin oleh Abu Sa'id. Namun usahanya ini gagal karena
Termasirin telah berganti kekuasaan, sedangkan al-Nasir membelot kepada Abu
Said.
c)
Usaha
penaklukan Qarachil, sebuah tempat di utara India (kaki gunung Himalaya). Orang
Mewat sering kali mengacaukan dan mengganggu keamanan di daerah tersebut.
Sultan mengirim 100.000 pasukan tentara, namun usaha inipun gagal disebabkan
tidak berhasil mendapatkan informasi kekuatan musuh yang benar. Di samping itu,
cuaca buruk yaitu hujan es maka hampir seluruh tentaranya mati.
d)
Mencetak
mata uang kertas, tetapi banyak dipalsukan oleh orang Hindu. Akhirnya uang
tersebut ditarik kembali baik yang palsu maupun asli.
e)
Menambah
pajak di daerah subur di Allahbad (Elahbad). Karena proyek-proyek gagal, maka
ia menarik pajak untuk menutupi anggaran guna mengganti mata uang perunggu uang
diganti dengan emas. Namun proyek ini mengalami kegagalan, karena para petani
membakar sawah dan lari ke hutan disebabkan para petugas penarik pajak melipat
gandakan pungutan pajak tidak sesuai dengan ketetapan Sultan. Hal tersebut
akhirnya diketahui oleh Sultan. Ia mencari masyarakat ke hutan dan meminta maaf
dan mengharapkan warga masyarakat untuk kembali ke daerahnya.
5)
Dinasti Lodi (1451-1526 M)
Sultan Lodi adalah satu-satunya raja
Delhi yang berasal dari suku bangsa Pathan/Afghan, sultan-sultan Delhi yang
lain adalah bangsa Turki, baik asli maupun campuran. Bahlul Lodi yang naik
tahta pada 1451 M adalah seorang raja yang sangat pandai dalam keagamaan,
bijaksana, bangsawan dan sangat mampu. Penaklukan Jaunpur adalah aksi yang
menonjol semasa kepemimpinannya. Ia bertahta selama 38 tahun dan meninggal pada
tahun 1389 M.
Nizam Khan, putera kedua Bahlul
Lodi, menggantikannya dengan gelar Sikandar Lodi. Ia adalah seorang
administrator yang ulung. Ia meninggal pada 1517 M setelah berhasil memimpin
selama 28 tahun. Sikandar Lodi merupakan raja yang paling mampu dan paling
besar dalam Dinasti Lodi. Ia memperluas kekuasaan ayahnya ke segala arah. la
adalah seorang yang alim dan berusaha untuk hidup sesuai dengan hukum Islam. Ia
terkenal dermawan, menyantuni rakyat miskin, dan yang membutuhkan. Ia juga
seorang penulis puisi. Ia menulis puisi dengan nama samaran Gulruk. Ia juga
teladan dalam ilmu pengetahuan dan memerintahkan penerjemahan karya Sanskerta dalam
bidang obat-obatan ke bahasa Persia.
Setelah kematian Sikandar Lodi,
puteranya, Iskandar Lodi naik tahta. Tetapi, terjadi pemberontakan dari adiknya
sendiri, Jalal Khan. Selama kepemimpinannya, ia banyak menangkap dan
memenjarakan bangsawan yang menentangnya. Hal ini memicu terjadinya
pemberontakan. Beberapa wilayah menyatakan kemerdekaannya. Pada 1525 M, terjadi
pertempuran sengit di Panipath I antara Babur dengan Ibrahim Lodi. Lodi
terbunuh dan kekuasaannya beralih ke tangan Babur, yang mendirikan dinasti
Mughal (1526-1857 M).
6)
Dinasti Mughal di India 1526-1857 M
Kerajaan Mughal merupakan salah satu
kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan
sejarah. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban
tua di anak benua India yang nyaris tenggelam. Sebagaimana diketahui, India
adalah suatu wilayah tempat tumbuh da rkembangnya peradaban Hindu. Dengan
hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang
nyaris tenggelam, kembali muncul.
Kerajaan Mughal berdiri seperempat
abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar
Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan
Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India
terjadi pada masa Khalifah al-Walid, dari Dinasti Bani Umayyah. Penaklukan
wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan ibn Qasim.
Kerajaan Mughal di India, dengan
Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahirudin Muhammad, dikenal dengan
Babur, yang berarti singa.1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk.
Ayahnya bernama Umar Mirza, pengoasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana
dari orang tuanya ketika berusia 11 tahun. Ia berambisi dan. bertekad akan menaklukkan
samarkand yang menjadi kota penting di Asia tengah pada masa itu. Pada mulanya,
ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari raja Safawi, Ismail
I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia
menduduki Kabul, ibu kota Afganistan.
Babur hanya dapat menikmati usahanya
merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M), maka
pemerintahan diteruskan oleh putranya yang bernama Humayun. Pada masa
kepeminpinannya juga terjadi peperangan. Salah satunya terjadi pada 1535 M di
Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan. Humayun kalah dalam pertempuran
tersebut. Pada peperangan yang kedua, kekalahan kedua dialami oleh Humayun,
sehingga harta rampasan perang dikuasai oleh Sher Khan, Humayun melarikan diri,
dalam pengembaraannya ia sempat menikah dengan putri Hamidah Banu Begum. Dalam
pengembaraannya lahirlah seorang putra yang diberi nama Akbar Agung pada 23
Nopember 1542 M. Ia akhirnya mampu membenahi dan menghimpun sisa-sisa
pasukannya. Humayun menghadap sultan Safawiyah yang bernama Shah Thamasp untuk
meminta bantuan. Setelah disetujui ia pun berhasil menaklukkan kandahar dan
Kabul.
Sementara itu setelah Sher Khan
wafat pada tahun 1545 M, anak-anaknya tidak dapat memelihara pusaka kerajaan
yang telah diwariskan. Mereka saling berebut kekuasaan sehingga kekuatan negara
menjadi pecah. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Humayun untuk merebut
kembali kekuasaan yang pernah diraihnya. Pada tahun 1555 M Lahore dapat
ditaklukkan oleh Humayun. Ia pun melanjutkan perjalanan menuju Delhi. Di tengah
jalan ia dihadang oleh pasukan Isykandar Syah, akan tetapi, Humayun dan
pasukannya dapat melewati, dan Delhi pun dapat direbut kembali. Namun tidak
berselang lama iapun wafat, tepatnya pada 24 Januari 1556 M.
Sepeninggal Humayun, putranya
Muhammad diangkat menjadi raja dengan gelar Abu Fath Jalaluddin dan gelar yang
paling terkenal adalah Sultan Akbar Agung. Ia menjadi raja terbesar di antara
raja raja Mughal di India. Kekuasaannya hampir seluruh anak benua India. Pada
awal mengoasai pemerintahan, ia diserang oleh sisa-sisa kerajaan Afgan yang
masih berkuasa di Bihar, Ayudya, dan Bangla di bawah pimpinan Adil Khan. Namun
akhirnya ia dapat dikalahkan oleh pasukan Akbar Agung dan mengaku tunduk
padanya.
Sultan Akbar Agung dikenal sebagai
pribadi yang jenius, bijaksana, ahli perang, dan administrator negara yang
ulung. Selain itu, ia dikenal sebagai tokoh perbandingan agama. Prestasi ini
disebabkan karena pemikirannya dalam konsep Din-e-Ilahi yang mengandung anasir dari
berbagai agama yaitu Hindu, Budha, Jaina, Islam, Parsi, dan Kristen, Inti dari
konsep tersebut adalah bahwa agama merupakan gejala dari masa tunduk kepada
satu Dzat Yang Maha Kuasa. Menurut Sultan Akbar, agama tersebut pada hakekatnya
adalah satu. Oleh karena itu perlu dicari jalan kesatuan inti agama, dan dia
membuat agama baru yang disebutnya sebagai Din-e-Ilahi (1582 M), Selain itu ia
juga mengajarkan ajaran yang disebut Sulh-e-kul, yang memiliki arti perdamaian
universal.
Setelah Sultan Akbar wafat, ia
digantikan oleh putranya Sultan Salim yang bergelar Jahanggir. Setelah Sultan
Akbar wafat ajaran Din-e-Ilahi dipetieskan (dinyatakan terlarang, karena
sebagian umat Islam menolak gagasan tersebut), dan akhirnya hilang dari
peredaran. Jahanggir dijuluki sebagai raja pelukis dari para pelukis. Hal ini
disebabkan karena karya-karya lukisannya yang sangat bagus. Jahanggir
dinikahkan dengan putri Persia, bernama Mehruum Nisa', setelah menjadi permaisuri
diberi gelar Nurjanah.
3.
Keruntuhan Islam di Mughal India
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kekuasaan dinasti Mughal di India mengalami kemunduran pada satu setengah abad
terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
a.
Terjadi
stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer segingga operasi militer Inggris di
wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim
Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil
dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
b.
Kemerosotan
moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan
dalam penggunaaan uang negara.
c.
Pendekatan
Aungrazeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi
oleh sultan-sultan sesudahnya.
d.
Semua
pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang orang lemah dalam
bidang kepemimpinan. Faktor eksternal ditandai dengan banyaknya gerakan
pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pimpinan kerajaan Mughal
setelah kepemimpinan Aungrazeb, sehingga banyak wilayah kerajaan Mughal yang
terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut
antara lain:
1)
Kaum
Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah
utara Delhi dan kota Sirhind.
2)
Golongan
Marata yang dipimpin oleh Baji Rao yang berhasil merebut wilayah Gujarat.
3)
Pada
masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan
yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal
jatuh pada kekuasaan Afghanistan.
Komentar
Posting Komentar