Sejarah Pemerintahan Islam di Andalusia, Turki & India



Unduh materi di sini!


Islam di Andalusia merupakan salah satu periode keemasan Islam di Eropa, oleh karena itu, sejarah perkembangan Islam di Andalusia, mulai dari sejarah masuknya Islam ke Andalusia, pertumbuhan dan perkembangan sampai faktor-faktor penyebab keruntuhannya perlu dipelajari dan dikaji lebih mendalam karena Islam di Andalusia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.

 

A.    Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan, dan Keruntuhan Pemerintahan Islam di Andalusia

1.      Pertumbuhan Islam di Andalusia

a.       Andalusia sebelum kedatangan Islam

Andalusia terletak di Benua Eropa Barat Daya, dengan batas-batas di Timur dan Tenggara adalah Laut Tengah, di selatan Benua Afrika yang terhalang oleh selat Gibraltar, di barat samudra Atlantik, dan di Utara Teluk Biscy. Pegunungan Pyneria di Timur Laut membatasi Andalusia dengan Prancis. Perlu dijelaskan, bahwa Andalusia adalah sebutan pada masa Islam bagi daerah yang dikenal dengan sebutan Semenanjung Iberia (kurang lebih 93 % wilayah Spanyol, sisanya Portugal) dan Vandalusia.

Sebelum ditaklukkan oleh bangsa Visighots (Gothik) pada. tahun 507 M, Semenanjung Iberia, didiami oleh bangsa Vandals. Dari kata Vandals inilah mereka disebut dengan Vandalusia, dengan mengubah ejaan dan cara membunyikannya, Bangsa Arab menyebut Semenanjung Iberia dengan Andalusia.

Sejarah bangsa Vandal tidak banyak diketahui karena sebelum mereka sempat berbuat banyak, pada permulaan abad keenam datanglah bangsa Gothia Barat merebut negeri itu dan mengusir bangsa Vandalusia ke Afrika. Pada permulaan berdirinya kerajaan Gothia, di Andalusia merupakan kerajaan yang sangat kuat, tetapi pada akhir pemerintahannya menjadi lemah dengan berdirinya wilayah-wilayah kecil sebagai akibat adanya perpecahan dalam pemerintahan.

Kondisi sosial masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam sangat memprihatinkan. Masyarakat terpolarisasi ke dalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang sosialnya, sehingga ada masyarakat kelas 1, 2, dan 3. Kelompok masyarakat kelas 1, yakni pengoasa, terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama dan tuan tanah besar. Kelas 2 terdiri atas tuan-tuan tanah kecil. Kelompok masyarakat kelas 3 terdiri atas para budak termasuk budak tani yang nasibnya tergantung pada tanah, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi dan kaum buruh dengan imbalan makan dua kali sehari. Demi mempertahankan hidup, mereka terpaksa harus mencari nafkah dengan jalan membunuh, merampas, atau membajak.

Sementara itu, pejabat wilayah kerajaan banyak yang hidup dalam kemewahan, sementara rakyat hidup dalam kemelaratan. Hal tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat, banyak di antara mereka yang mengeluh dengan keadaan itu. Suasana yang demikian bertambah panas, ketika pejabat Gothia Barat memaksa penduduk yang beragama Yahudi agar masuk agama Nasrani. Orang-orang Yahudi dikejar-kejar, dan untuk mencari keselamatan dirinya, banyak yang masuk agama Nasrani dengan terpaksa. Dikarenakan tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, maka mereka hanya berdiam diri walaupun merasa menderita dengan perlakuan tersebut. Namun dalam hati mereka selalu berharap suatu waktu dapat melepaskan diri dari pengoasa-pengoasa yang zalim itu.

Mangkatnya Witiza sebagai Raja Gothia barat yang terakhir merupakan pembuka jalan bagi rakyat Andalusia untuk keluar dari kungkungan penderitaan yang telah lama mereka rasakan. Sepeninggal Witiza terjadi perebutan kekuasaan antara putra Witiza dengan Roderick. Oleh karena itu, putra Witiza bersekutu dengan Graff Yulian yang sudah lama bermusuhan dengan Roderick. Bersekutunya dua kekuatan itu ternyata belum dapat mematahkan pertahanan Roderick. Oleh karena itu untuk memambah kekuatan, Graff Yulian meminta bantuan Musa bin Nushair yang menjabat sebagai gubernur Afrika Utara di bawah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus,

Sesungguhnya Musa telah lama mencari kesempatan untuk menyeberang Andalusia, maka dengan permohonan Graff itu berarti telah datang kesempatan yang telah ditunggunya sekian lama. Ada beberapa hal yang mendorong Musa bin Nushair mengabulkan permohonan Graff Yulian, di antaranya adalah:

a)      Karena antara penduduk Andalusia dengan Afrika Utara terlibat dalam suasana perang. Sebab penduduk Andalusia terutama yang beragama Kristen pernah melakukan beberapa kali penyerangan terhadap daerah pantai Afrika yang sudah dikuasai oleh kaum Muslimin..

b)      Penduduk Andalusia pernah memberikan bantuan kepada tentara Romawi dan berusaha menduduki beberapa daerah muslim di pantai Afrika. Dasar pertimbangan itu dikemukakan Musa pada Khalifah Walid bin Abdul Malik, sewaktu Musa minta ijin untuk mengirimkan bantuan tentara ke Andalusia. Khalifah menyetujui rencana Musa.

b.      Masuknya Islam ke Andalusia

Sebelum penaklukan Andalusia, umat Islam telah mengoasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah. Pengoasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu'man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu.

Islam mulai memasuki Andalusia pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, melalui tangan panglima Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad pada tahun 92 H, bertepatan dengan tahun 711 M. Setelah itu Andalusia terus berada di bawah kekuasaan Islam sampai jatuhnya Granada pada akhir kejayaan Islam di Andalusia tahun 897 H, bertepatan dengan tahun 1492 M.

Masuknya Islam ke Andalusia bukan sebagai penjajah militer, tetapi futuh Islami berperadaban, yang pengaruhnya menyebar ke barat Eropa, selama futuh ini, terjadi interaksi antara kaum kristen Andalusia dan penduduk asli Andalusia. Orang-orang kristen Andalusia yang belum masuk Islam tetap diperbolehkan menjaga keyakinan mereka. Maka, terwujudlah keadilan sosial di tengah masyarakat.

Karena letaknya yang strategis, maka Andalusia terus menjadi daerah interaksi antara Islam dan kristen. Hal itu membuat wilayah tersebut mempunyai karakter dan ciri tersendiri yang menegaskan bahwa peradaban Andalusia adalah peradaban Islami yang mempunyai interaksi budaya. Peradaban Islam mencapai puncaknya di Andalusia pada paruh kedua dari abad kesepuluh Masehi.

Dalam penaklukan Andalusia terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa dalam memimpin pasukan-pasukan ke sana. Ketiga pahlawan adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Tharif bin Malik dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di Maroko dan benua Eropa dengan satu pasukan perang, lima ratus di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam kerajaan Visigothic yang berkuasa di Andalusia saat itu, serta dorongan untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Andalusia (Spanyol) sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.

Thariq bin Ziyad lebih dikenal sebagai penakluk Andalusia, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagain besar suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad menyeberangi selat. Tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya adalah di sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Redorick dapat dikalahkan. Dari wilayah tersebut Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordoba, Granada, dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu).

Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Itulah sebabnya, Musa bin Nushair berusaha membantu perjuangan Thariq dengan membawa pasukan yang besar, ia memimpin langsung pasukan dan berangkat menyeberangi selat, dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan.

Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmora, Sevilla, dan Merida, serta mengalahkan pengoasaan kerajaan Gothik, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil mengoasai seluruh kota penting di Andalusia, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Sesudah itu masih terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon pada tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia jatuh ke tangan Islam pada masa Bani Umayyah. Beberapa faktor yang mendorong keberhasilan dan kemudahan perluasan wilayah di Andalusia di antaranya adalah tokoh-tokoh pejuang dan prajurit Islam yang kuat, kompak, dan penuh percaya diri, sekaligus faktor-faktor yang menguntungkan Islam, yakni kondisi sosial, politik, dan ekonomi Andalusia yang buruk waktu itu.

c.       Berdirinya Pemerintahan Islam di Andalusia

Pada waktu Bani Umayyah 661-750 M) yang berpusat di Damaskus jatuh pada tahun 132 H/750 M, lalu digantikan oleh Bani Abbasiyah yang berkedudukan di Baghdad, terjadi pembunuhan masal serta pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah. Ketika itu ada seorang Amir yang dapat meloloskan diri dan selamat dari pembantaian. la bernama Abdurrahman bin Muawwiyyah bin Hisyam bin Abdil Malik. Ia memasuki Mesir, Barca (Libya), dan Afrika Utara. Selama berjuang sekitar enam tahun ia berhasil memasuki Andalusia.

Pada awalnya amir yang memegang kekuasaan terakhir di Andalusia menjelang tahun 138 H/756 M adalah seorang wali bernama Yusuf bin Abdirrahman al-Fihri dari suku Mudhori yang ditunjuk oleh khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan 3 tahun. Namun, pada tahun 740-an M, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan khalifah. Dan pada tahun 756 m, Abdurrahman melengserkan Yusuf, sehingga menjadi seorang pengoasa yang tidak terikat pada pemerintahan di Damaskus.

Lantas, pada tahun 756 M. Abdurrahman melengserkan Yusuf, sehingga menjadi pengoasa Kordoba, dan iapun dijuluki "Abdurrahman Addakhil" dengan gelar Amir Kordoba (Abdurrahman I). Dapat dikatakan bahwa Abdurrahman I merupakan founding father pemerintahan Umayyah di Andalusia sekaligus peletak dasar kebangkitan kebudayaan Islam di Andalusia.

 

2.      Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Andalusia

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia sampai jatuhnya dinasti Islam di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Selama kurang lebih tujuh setengah abad Islam memerintah di Andalusia. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Andalusia dibagi dalam enam periode, yaitu:

a.       Periode Pertama (711-755 M)

Pada periode pertama, pemimpin umat Islam di Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Andalusia belum tercapai secara sempurna, beberapa ganggoan masih terjadi, baik dari dalam maupun luar negeri. Ganggoan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara pengoasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan, perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Qairawan. Masing-masing menganggap bahwa merekalah yang paling berhak mengoasai daerah Andalusia. Itulah sebabnya, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Andalusia dalam waktu yang amat singkat.

Akibat dari perbedaan pandangan politik tersebut, perang saudara kerap terjadi. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barber dari Afrika Utara dan Arab. Sementara, di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).

Sementara itu, ganggoan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Andalusia yang bertempat tinggal di daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Andalusia.

 

b.      Periode Kedua (755-912 M)

Pada periode ini, kepemimpinan para wali di Andalusia berakhir dan digantikan oleh seorang yang bergelar Amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad setelah runtuhnya kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus. Periode ini disebut juga periode kerajaan Kordoba.

Amir pertama yang memerintah Andalusia adalah Abdurrahman I yang memasuki Andalusia pada tahun 138 H/755 M. Ia diberi gelar ad-Dhakhil (yang masuk ke Andalusia. Ia merupakan keturunan Bani Umayyah yang berhasil meloloskan diri dari kejaran pemerintah Abbasiyah ketika berhasil menaklukkan Bani Umayyah. Selanjutkan, ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol). Adapun para pengoasa di Andalusia pada periode kedua ini adalah:

1)      Abdurrahman ad-Dakhil

2)      Hisyam I

3)      Hakam I

4)      Abdurrahman al-Austh

5)      Muhammad bin Abdurrahman

6)      Munzir bin Muhammad

7)      Abdullah bin Muhammad

 

c.       Periode Ketiga (912-1013 M)

Pada periode ini, pengoasa dari Bani Umayyah mulai runtuh. Pemerintahan dalam periode ini berlangsung mulai dari Abdurrahman III yang bergelar An-Natsir, sampai munculnya raja-raja dari Muluk at-Thawaif. Pada masa ini, Andalusia dipimpin oleh pengoasa dengan gelar khalifah. Penggunaan gelar ini bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III bahwa al-Muktadir, khalifah dari Dinasti Abbasiyah di Baghdad dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Adapun para khalifah pada periode tiga ini antara lain adalah:

1)      Abdurahman III (912-961 M)

2)      al-Hakam II (961-976 M)

3)      Hisyam I (976-1008 M)

4)      Muhammad II (1008-1009 M)

5)      Sulaiman II (1009-1010 M)

6)      Hisyam II (1010-1012 M)

7)      Sulaiman II (1012-1016 M)

8)      Abdurrahman IV (1016-1024 M)

9)      Abdurrahman III (1024-1025 M)

10)  Muhammad III (10024-1025)

11)  Hisyam III (1026-1031 M)

 

d.      Periode Keempat (1013-1086)

Pada masa ini, Andalusia telah terbagi menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau muluk al-thawaif yang berpusat di suatu kota, seperti Sevilla, Cordoba, Taledo, dan lain sebagainya. Pada periode ini, umat Islam kembali memasuki pertikaian intern. Ironisnya, jika terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Walaupun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari sebuah istana ke istana lain.

 

e.       Periode Kelima (1086-1248 M)

Pada periode ini, Islam di Andalusia meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, mempunyai satu kekuatan yang dominan, yakni kekuatan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).

1)      Dinasti Murabithun

Semula Dinasti Murabithun merupakan sebuah gerakan agama yang kuat dan besar yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfin di Maroko, Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan kerajaan yang berpusat di Marakesy, dan akhirnya Islam mampu memasuki Andalusia dan bisa berkuasa.

Nama Murabithun diambil dari nama tempat belajar yang dibangun mereka di Niger (Senegal), sebelah barat suku Lamtunah yang disebut ribath. Murabithun (ribath) merupakan sejenis benteng pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai multi fungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran dakwah sekaligus sebagai benteng pertahanan.

Ketika Yusuf bin Tasyfin meninggal dunia, ia mewariskan kekuasaannya kepada anaknya, Ali bin Yusuf bin Tasyfin. Warisan itu berupa sebuah wilayah kerajaan yang luas dan besar yang terdiri atas negeri di Magribi, bagian Afrika dan Andalusia. Ali melanjutkan politik pendahuluan dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI pada 1111 M. Selanjutnya ia menyeberang ke Andalusia, merampas Tavalera de Rein. Lambat laun Dinasti al-Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayahnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, dinasti ini dipimpin oleh pengoasa-pengoasa yang lemah, sehingga mengakibatkan wilayah Saragossa dapat dikuasai oleh kaum kristen pada tahun 1118 M. Dinasti Murabithun memegang kekuasaannya kurang lebih selama 90 tahun dengan enam penguasa, yaitu :

a)      Abu Bakar bin Umar (448 H/1986 M)

b)      Yusuf bin Tasyfin (453- 500 H/1061-1107 M)

c)      Ali bin Yusuf (500-537 H/1007-1143 M)

d)      Tasyfin bin Ali (537-541 H/1143-1147 M)

e)      Ibrahim bin Tasyfin

f)       Ishak bin Ali

Kemudian pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini digantikan oleh Dinasti Muwahhidun yang dipimpin oleh Abdul Mukmin.

 

2)      Dinasti Muwahhidun

Dinasti Muwahhidun berpusat di Afrika Utara, didirikan oleh Muhammad bin Tumart. Pada masa ini, telah berdiri dua kerajaan kecil yang kuat, yaitu di negeri Balansia (Valencia) dan Marsiah (Marcia). Dinasti ini datang ke Andalusia di bawah pimpinan Abdul Mun'im. Dinasti ini mengalami banyak kemajuan sehingga kota-kota muslim penting, yakni Cordoba, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaanya.

Dinasti Muwahhidun, yang berarti golongan berfaham tauhid, didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang memerangi faham At-Tajsim yang menganggap bahwa tuhan mempunyai bentuk antropomorfisme) yang berkembang di Afrika Utara. Ibnu Tumart menganggap bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan prinsipnya Ibnu Tumart tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Sikap keras Ibnu Tumart itu tentu saja tidak disenangi sebagian besar masyarakat, terutama kalangan ulama dan pengoasa. Pada umumnya dakwah Ibnu tumart bersifat murni, artinya tidak didasari kepentingan politik tertentu, semata-mata hanya ingin menegakkan Tauhid yang murni.

Dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran pada tahun 1212 M, tentara kristen berhasil memperoleh kemenangan di Las Navas de Tolesa. Dalam kondisi demikian, umat muslim tidak mampu bertahan dari serangan serangan Kristen yang besar, sedangkan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Hampir seluruh wilayah Andalusia lepas dari tangan pengoasa Islam.

 

f.        Periode Keenam (1248-1492 M)

Pada periode ini, Islam berkuasa di Granada, di bawah Dinasti Ahmar atau Nasriah (1232-1492). Dinasti ini yang mendirikan istana al-Hamra di kota Granada. Peradaban kembali mengalami kemajuan, seperti pada jaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi secara politik, dinasti yang merupakan pertahanan terakhir di Andalusia berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.

Dengan jatuhnya kerajaan Bani Ahmar, berakhirlah kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M, sampai tinggal sisa-sisanya, yang kemudian di paksa oleh paus-paus di Roma untuk memeluk agama Nasrani. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di wilayah tersebut, meskipun Islam telah berjaya dan bisa berkuasa selama lebih dari tujuh abad.

 

3.      Keruntuhan Pemerintahan Islam di Andalusia

a.       Awal keruntuhan

Khalifah terakhir Daulah Umayyah di Andalusia adalah Hisyam III al-Mu'tadd. Setelah bertahan selama 275 tahun. Daulah Umayyah di Andalusia akhirnya runtuh. Keruntuhan dinasti ini disebabkan oleh sering terjadinya perseteruan, rivalitas politik, dan konflik internal dalam tubuh pemerintahan yang saling memperebutkan kekuasaan. Situasi rawan ini diperparah oleh kelemahan pemerintah pusat sejak perdana menteri Ibnu Amir al-Mansyur meninggal dunia pada tahun 39 H/1008 M.

b.      Proses keruntuhan

Setelah meninggalnya Perdana Menteri Ibnu Amir al-Mansyur, setiap pengoasa di daerah-daerah mengklaim diri sebagai pengoasa yang berdaulat dan memiliki kekuasaan sendiri. Selama 50 tahun, Andalusia tidak mempunyai satu kesatuan komando, terpecah menjadi 20-30 Thaifah (jamak: thawaif). Kurun waktu sejak tahun 400 H/1010 M sampai dengan Dinasti Murabithun merebut kekuasaan di Andalusia pada tahun 480 H/1090 m disebut periode Muluk ath Thawaif (raja-raja golongan). Tragedi keruntuhan Muslim di Andalusia semakin dekat karena terjadi saling serang antar dinasti demi mencapai ambisi politik. Dinasti Abbadiyah di Sevilla menaklukkan Dinasti Hamudiyah di Malaga dan Dinasti Jahwariyah di Cordava. Perang antar dinasti dan antar raja golongan ini menyebabkan semakin lemahnya kekuasaan muslim di Andalusia. Ketika terjadi kemelut politik seperti ini, raja raja Kristen terus menyusun taktik strategi memperkuat diri. Kerajaan Leon dan Castilia pada tahun 1230 M bergabung menjadi satu kekuatan di bawah komando Alfonso VI, dan berhasil mengambil alih wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Muluk ath-Thawaif, Galicia dan Navarre dianeksasi (dimasukkan/digabung) ke dalam kekuasaan Kristen. Badajoz, saragossa, dan Toledo direbut kembali.

Dalam situasi terjepit ini, para ulama dan cendikiawan Muslim Andalusia memohon bantuan kepada Muhammad II al-Mu'tadi (461 484 H/1069-1091 M) dari Dinasti Abbasiyah untuk mendatangkan pasukan Murabithun di Afrika Utara ke Andalusia untuk menghentikan gerakan reqonquista (penaklukan kembali) yang terus dilancarkan dengan gencar oleh para pengoasa Kristen. Pasukan Murabithun di bawah komando Yusuf bin Tasyfin berhasil melumpuhkan pasukan Alfonso VI dalam pertempuran di Zallaqa pada tahun 4479 H/1086 M. Ferdinand dan Isabella menuntaskan reqonquista dengan menyerbu Emirat Granada pada tahun 1482 dan berakhir dengan takluk dan tumbangnya Granada pada pada tanggal 2 Januari 1482.

 

c.       Pasca keruntuhan Andalusia

Setelah Andalusia mengalami keruntuhan ditandai dengan jatuhnya Granada pada tahun 1482, Raja Ferdinand dan ratu Isabella menetapkan Islam di Andalusia sebagai agama ilegal dan ibadahnya merupakan tindak kejahatan diikuti dengan tindakan represif, masif dan sistemik. Kerajaan dan seluruh jajaran aparatnya membabat habis agama ilegal dan praktik ibadah yang dianggap jahat.

Sentimen anti-Islam meluas dimana-mana di Andalusia pada waktu itu. Orang-orang Islam harus memilih: tetap berada di Spanyol tetapi harus memeluk agama Kristen lagi atau harus diusir paksa dari Andalusia. Pembakaran buku-buku dan manuskrip di Andalusia oleh Kardinal Fransisco Ximenes de Cisnerros dan para loyalisnya mirip dengan pembakaran buku-buku dan manuskrip di Baghdad yang dilakukan oleh Hulagu Khan dan pasukannya.

Terjadinya inkuisisi yang didirikan oleh Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia, yang bertujuan untuk memelihara ortodoksi Katolik di Andalusia, dan mengadili perkara perkara aliran sesat pasca reqonquista.

 

4.      Keteladanan Dari Pemerintahan Islam di Andalusia

Keteladanan yang bisa diambil dari pemerintahan Islam di Andalusia di antaranya adalah:

 

a)      Niat tulus dan semangat juang yang tinggi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para prajurit dalam menaklukkan Andalusia,

b)      Semangat kaum Muslimin dalam meraih cita-cita sangat tinggi sehingga melahirkan persatuan dan kesatuan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan Islam. Salah satu buktinya adalah meskipun Bani Umayyah telah dihancurkan oleh bani Abbasiyah, perluasan wilayah terus dilanjutkan sehingga kebudayaan Islam di Eropa tetap berkembang.

c)      Sikap pantang menyerah, tangguh dan kesatria dalam menghadapi setiap tantangan yang dihadapi.

d)      Semangat mencari ilmu, sebagai mana telah dilakukan oleh para ilmuwan Islam sehingga Andalusia menjadi pusatnya ilmu pengetahuan dan peradaban.

 

B.     Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan, dan Keruntuhan Pemerintahan Islam di Turki Sebelum Abad XX

1.      Pertumbuhan Islam di Turki

a.       Turki Sebelum Islam

Bangsa Turki berasal dari sebuah rumpun bangsa dikenal dengan Ural Altaic yang disebut juga rumpun bangsa berkulit kuning. Mereka hidup dikaki pegunungan Altaic,bagian barat dari padang rumput Mongolia. Beberapa ahli menggolongkan bangsa ini kedalam rumpun bangsa kulit kuning yang kemungkinan besar mempunyai hubungan erat dengan bangsa asli yang mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian). Mereka berkiprah dengan mengukir sejarah ini tidak dengan sebutan bangsa Turki tetapi bangsa Hun.

Penopang hidup mereka adalah penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Mereka mengorganisasi di bawah pimpinan seorang yang disebut Khan. Dari segi keyakinan bangsa Altaic menganut kepercayaan Syaman. Dalam keyakinan tersebut, para penganutnya menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan roh. Konon kata "Turki" berarti "kekuatan,kekuasaan". Disebut pula bahwa pertama-tama Turki merupakan nama suatu suku atau lebih yang merupakan keluarga yang berkuasa.

Sejak akhir abad ke-tujuh M, bangsa Turki yang mendiami wilayah Asia Tengah mulai mengenal agama baru, yaitu Islam. Media yang memperkenalkan mereka dengan Islam adalah adanya hubungan dagang. Keberadaan bangsa Turki semakin menonjol setelah mereka memeluk Islam. Mereka bukan saja melakukan perdagangan tetapi juga menyebarkan Islam karena kontak dagang bangsa Turki yang bertempat tinggal di bagian wilayah Asia Tengah ini pedagang muslim Arab yang telah memperkenalkan Islam kepada bangsa Turki. Pedagang-pedagang Arab memasuki wilayah Turki dengan menembus rute-rute perjalanan baru yang bisa memberi manfaat bagi pengembangan Islam dan perdagangan. Langkah ini telah membuat bangsa Turki mengenal Islam melalui perhatian mereka atas budaya dan praktek agama yang dilakukan oleh bangsa Arab. Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia, yaitu dinasti Seljuk dan dinasti Turki Utsmani.

 

b.      Turki Sebagai Bagian dari Dinasti Abbasiyah Dinasti Seljuk (469-706 H/ 1077 - 1307 M)

Dinasti Seljuk merupakan dinasti yang utama dari bangsa Turki dan banyak perkembangan yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti ini. Wilayah kekuasaannya meliputi Irak, Iran, Kirman, dan Syria. Dinasti Seljuk didirikan oleh Seljuk bin Duqaq dari suku Guzz di Turkestan. Akan tetapi tokoh yang dipandang sebagai pendiri dinasti seljuk yang sebenarnya adalah Tugrul Bek. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan dinasti Seljuk dan mendapat pengakuan dari Dinasti Abbasiyah. Dalam perkembangannya, dinasti Seljuk dibagi menjadi lima cabang, yaitu Seljuk Agung/Iran, Seljuk Irak, Seljuk Kirman, Seljuk Asia Kecil, dan Seljuk Syria.

 

1)      Seljuk Agung/Iran

Daerah kekuasaan Seljuk Agung meliputi Ra, Jabal, Irak, Persia dan Ahwaz. Tonggak berdirinya dinasti Seljuk adalah ketika Tugrul Bek berhasil mengalahkan dinasti Ghaznai dan menduduki singgasana kerajaan di Naisabur. Selama memegang kekuasaan, Thugrul Bek menggalang persatuan yang kuat dengan saudara-saudaranya dengan memberikan wilayah kekuasaan tertentu. Pada tahun 1050 1051 M, ia berhasil merebut Isfahan dan menghancurkan kekuatan Dalamah di Persia.

Setahun setelah berhasil mengoasai Baghdad, Trughul Bek meninggal dunia pada tanggal 8 Ramadhan 455 H/1062 M. Penggantinya, Israil bin Seljuk yang lebih poluler dengan Arslan, mencoba melakukan konsolidasi dan ekspansi wilayah. Ia menjadikan kota Rayy sebagai ibu kota kesultanan Seljuk, sebagaimana pada masa pemerintahan Thugrul Bek.

 

Dalam upaya memperkokoh pemerintahannya, Arslan menjadikan silaturahmi dalam bentuk perkawinan. Ia menikahkan putranya, Malik Syah dengan Putri Tumghaj Khan, pengoasa kerajaan Khanniyah, dan putranya yang lain dengan putri Ibrahim al-Ghaznawi. Hal ini dilakukan untuk menambah kekuatannya dalam menghadapi ancaman kekuatan Romawi.

Pada bulan Agustus 1071 M, terjadi pertempuran antara dinasti Seljuk dengan Romawi di Manzikart, pasukan Seljuk berhasil memenangkannya. Kemenangan ini menjadikan dinasti Seljuk. sebagai dinasti pertama yang memperoleh kekuasaan penuh atas kekaisaran Romawi. Berkat kemenangan itu juga, Ramailus Diogenus (pemimpin pasukan Bizantium) harus membayar jizyah atau upeti kepada kesultanan Seljuk selama 50 tahun.

Menjelang akhir kepemimpinan Arslan, hubungan Kesultanan Seljuk dengan Kesultanan Ghaznawi mulai memburuk karena meninggalnya Tumghaj Khan (pemimpin Ghaznawi). Anak Tumghaj, Arslan al-Din Nasyir berkeinginan menaklukkan Kesultanan Seljuk dan melakukan pemberontakan. Pada pemberontakan tersebut Arslan terbunuh dan kedudukannya digantikan oleh putranya, Malik Syah.

Kepemimpinan Malik Syah (1072-1092 M) cukup cemerlang. la berhasil mempertahankan wilayah yang telah diwariskan pemimpin sebelumnya, bahkan memperluasnya. Setelah beberapa waktu berlalu, hubungan antara Malik Syah dengan Nidham al-Mulk memburuk dan puncaknya adalah terbunuhnya Nidham al-Mulk. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 15 Syawal 485 H/1092 M, Malik Syah juga wafat. Posisinya digantikan oleh putra tertuannya, yaitu Rukn al-Din Barqyaruk.

 

2)      Seljuk Irak

Wafatnya Malik Syah memunculkan perpecahan di antara kerabat kerajaan. Hal ini ditandai dengan munculnya kesultanan kecil di wilayah Seljuk raya dan berusaha memisahkan diri dari kekuasaan Seljuk Raya di Iran. Di wilayah Irak, Mahmud adalah pengoasa pertama kali yang memisahkan diri. Ia melakukan pemberontakan terhadap pamannya, Sultan Sanjar. Pemisahan wilayah Irak secara independen dari kekuasaan Seljuk Raya akhirnya dipenuhi dengan menjadikan Mahmud sebagai waliy al-ahd untuk wilayah yang sama, dengan gelar sultan di depan namanya. Akan tetapi ia tetap memerintah di Irak atas nama pamannya, Sanjar, meskipun pada saat yang sama merupakan sultan bagi bangsa Seljuk di Irak.

 

3)      Seljuk Syria

Para pengoasa Seljuk Sria merupakan keturunan dari Tajuddaulah Tutus bin alp-Arselan yang telah memerintah Sam pada tahun 470 H/1078 M atas perintah Malik Syah yang memberinya wilayah kekuasaan di Damaskus dan sekitarnya. Tutusy berhasil meluaskan pengaruhnya ke Halep (Aleppo), ar-Raha ((Rayy), Harran (Turki), serta Azerbaijan dan Hamada sebagai batu loncatan untuk mengoasai Iran. Karenanya Tutus terlibat peperangan dengan Rukn al-Din Barqyaruk, keponakannya sendiri. Barqyaruk tidak mampu mengalahkan kekuatan Tutusy sehingga melarikan diri ke Isfahan untuk meminta bantuan saudaranya, Nashir al-Din Mahmud. Akhirnya Tutusy berhasil dibunuh oleh keponakannya dalam sebuah pertempuran besar di dekat Rayy pada bulan Safar 488 H/1095 M.

Sepeninggal Tutusy, kepemimpinan Seljuk Syria dilanjutkan oleh Ridwan Fakhr al-Mulk (488-507 H/1095-1113 M), Taj al-Daulah alp Arselan al-Akhrasy bin Ridwan (507 H/1113 M), dan Sultan Syah bin Ridwan di bawah pengawasan Bad al-Din Lu'lu'. Setelah itu kekuasaan Seljuk Syria runtuh pada tahun 511 H/1117 M pada masa kekuasaan para atabeg dari garis keturunan Tubtigin (Buriyyah) dan para amir Arluqiyyah.

 

4)      Seljuk Kirman

Kesultanan Seljuk Kirman didirikan oleh Imad al-Din Kara Arsela Qawurt bin Chaghri Bek Dawud bin Mikail atau yang lebih dikenal dengan Qawurt.Itulah sebabnya keturunan Seljuk Kirman disebut juga Qawurtiyun. Beberapa tahun kemudian, Qawurt berhasil mengoasai ibu kota Bardasir dan berhasil mendirikan pemerintahan di daerah Persia. Setelah merasa kuat, ia pun mulai melawan dan menentang, serta ingin memisahkan diri dari kekuasaan saudaranya, Alp-Arslan. Namun niat untuk memisahkan diri diurungkan setelah melihat keunggulan dan kekuatan Alp-Arslan.

Dinasti Seljuk Kirman mulai mengalami kehancuran ketika dipimpin oleh Muhammad Syah bin Bahrain Syah. Kerajaan tersebut diserang oleh raja-raja dari Guzz, yang kemudian berhasil mengoasai kesultanan. Sejak itu, wilayah Kirman menjadi kekuasaan kelompok Guzz dengan rajanya Malik Dinar (583 H/1187 M).

 

5)      Seljuk Asia Kecil

Seljuk Asia Kecil atau yang juga dikenal Seljuk Rum, berkuasa sekitar 220 tahun, dengan jumlah kesultanan kurang lebih 14 orang. Asal usul keturunan mereka berasal dari nenek moyangnya Abu al-Fawaris Qutulmisy bin Israil bin Seljuk, yang diangkat sebagai pengoasa di daerah al-Mawsil (Mousul, Irak), Diyar Bakr dan Syam pada masa penaklukan yang pertama.

Setelah meninggalnya Thrugrul Bek pada 455 H/1063 M dan naiknya Alp-Arslan, Abu al-Fawaris Qutulmisy melakukan pemberontakan karena merasa lebih berhak atas tahta kerajaan. Tetapi usahanya tidak berhasil, bahkan ia terbunuh oleh Alp-Arslan. Keturunan Abu al-awaris Qutulmisy berhasil diselamatkan setelah mendapat bantuan dari Nizam al-Mulk, hanya saja pengoasanya tidak diperkenankan memakai gelar amir.

Selanjutnya pimpinan pemerintahan dipegang oleh Sulaiman bin Qutlumisy yang diberi wewenang mengoasai Asia Kecil atas kebijakan dari Malik Syah. Nama Sulaiman makin terkenal setelah berhasil merebut Antakiyah pada tahun 477 H/1085 M dari tangan orang orang Plilaterus, Armenia. Selain itu, tidak lama setelah ia naik tahta, Sulaiman membagikan tanah kepada para petani yang belum memiliki tanah. Tanah ini sebelumnya merupakan milik pejabat Bizantium. Kebijakan ini memberikan kontribusi penting bagi kehidupan sosial dan mengeliminasi munculnya aristokrasi para pemilik tanah.

Setelah Sulaiman bin Quthlumisy wafat, Malik Syah mengangkat Sulaiman Qilij Arslan I, yang kemudian menjalin hubungan dengan kaisar Bizantium sehingga ia memiliki kebebasan melebarkan pengaruh ke wilayah sebelah timur, Kemudian, qilij kembali ke ibu kota untuk mempertahankannya dari serangan tentara Salib. Ketika kota ini jatuh ke tangan tentara Salib, Qilij Arslan 1 memindahkan ibu kota ke Kenya. Setelah itu, ia menjalin kerjasama dengan Kaisar Bizantium dalam melawan tentara Salib. Namun akhirnya, Qilij terbunuh dalam pertempuran hebat dengan tentara Seljuk Raya di Sungai Khabur.

Adapun para pengoasa yang memimpin Kesultanan Seljuk Rum adalah sebagai berikut: Sulaiman bin Quthlumusy, Qilij Arslan I (1086-1107 M) Malik Syah dan Mas'ud (1107-1155 M), Qilij Arslan III dan Giyasuddin Kaikhusraw (1204-1210 M), Izzuddin Kaikhusraw II (1237-1245 M) Izzudin Kaikhusraw III (1246-1256 M), Rukhuddin Qilij Arslan IV (1237-1266 M), Giyasuddin Kaikhusraw III (1266-1282 M).

Giyasuddir, Mas'ud II dan Alaudin Kaikobad II (1282-1302 M) Turki Seljuk di Anomalia berhasil mencapai masa kejayaannya pada masa kepemimpinan Alaudin Kaikobad (1219-1237 M). Ketika itu, kawasan Asia berada dalam ancaman penaklukan bangsa Mongol sehingga membangun tembok yang melindungi kota Kenya.

Kesultanan Seljuk ini dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Dinasti Seljuk yang lain meskipun terjadi banyak pertentangan intern. Kehancuran dinasti Seljuk Asia Kecil diawali dengan masuknya orang-orang Mongol yang lama kelamaan dapat mengoasai pemerintahan, dan akhirnya mampu merebut kesultanan di bawah pimpinan Gaza Khan.

Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Seljuk Kemunduran Dinasti Seljuk disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal penyebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti Seljuk di antaranya:

1. Terjadinya perebutan kekuasaan di antara anggota kerajaan keluarga

2. Pembagian wilayah yang mereka lakukan justru menjadi benih perpecahan.

3. Munculnya dinasti-dinasti kecil.

4. Terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi

5. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan.

Faktor eksternal penyebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti Seljuk di antaranya:

1. Serangan dari tentara Romawi.

2. Perang Salib.

3. Serangan tentara Mongol yang menghancurkan Baghdad.

 

c.       Berdirinya Pemerintahan Turki Utsmani

Sejak berakhirnya masa keemasan Dinasti Abbasiyah, kondisi politik umat Islam mengalami kemajuan kembali berkat tiga kerajaan besar yang muncul setelahnya, yaitu Turki Utsmani di Turki (1300 1922 M) yang berpusat di Istambul; Mughal yang berpusat di India (1526-1858 M) dan mengoasai anak Benua India pada awal abad ke 17; serta Safawiyah yang berpusat di Persia. Di antara tiga kerajaan itu, wilayah kerajaan Turki Utsmani yang paling besar.

Pendiri Kerajaan Turki Utsmani adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Tiongkok. Dalam jangka waktu sekitar 3 abad, mereka berpindah ke Turkistan, Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau 10 M saat menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan berbagai serangan Mongol pada abad ke-13 M, bangsa Turki yang dipimpin oleh Artogol melarikan diri menuju Dinasti Seljuk untuk mengabdi kepada pengoasa, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Alaudin II. Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Seljuk demi membantu Sultan Alaudin II berperang menerang Byzantium. Usaha inipun berhasil, artinya pasukan Seljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baik tersebut, Sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Nah, sejak itulah bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih kota syukud sebagai ibu kota.

Pada tahun 1289 M, Artogol meninggal dunia. Kepemimpinannya diteruskan oleh putranya, Utsman (nama lengkapnya Sultan Utsmani bin Sauji bin Artogol bin Sulaiman bin Kia Alp). Putra Artogol inilah yang diyakini sebagi pendiri Kerajaan Turki Utsmani. Ia memerintah pada tahun 1290-1326 M.

 

2.      Perkembangan Pemerintahan Turki Utsmani

Kerajaan Turki Utsmani termasuk salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada masa pertengahan, selain Safawiyah dan Mughal. Kerajaan ini ada di Istambul, Turki. Kerajaan itu berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah. Mereka tergolong suku Kayi, salah satu suku di Turki Barat yang terancam gelombang keganasan serbuan bangsa Mongol.

Utsman banyak berjasa terhadap Sultan Alaudin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Byzantium. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk, dan Sultan Alauddin II pun terbunuh. Kemudian, kerajaan Seljuk terbelah menjadi beberapa kerajaan kecil. Utsman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Utsmani dinyatakan berdiri. Adapun pengoasa pertamanya adalah Utsman (yang sering disebut Utsman I).

Dalam perkembangannya, kerajaan Turki Utsmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri, kerajaan ini dipimpin oleh Utsman 1 bin Artogol (1299-1326 M), yang berakhir dengan kepemimpinan Mahmud II bin Mujib (1918-1922 M). Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, Kerajaan Turki Utsmani termasuk salah satu dari tiga kerajaan besar yang mendatangkan kemajuan dalam Islam. Selama 6 abad (1294-1924 M) berkuasa, Kerajaan Turki Utsmani mempunyai raja sebanyak 40 orang silih berganti.

 

3.      Kemunduran Kerajaan Turki Usmani

1.      Faktor-faktor internal

a.       Buruknya sistem pemerintahan

b.      Hilangnya keadilan

c.       Banyaknya korupsi

d.      Meningkatnya kriminalitas

e.       Heterogenitas penduduk dan agama

f.        Kehidupan istana yang bermegah-megahan

g.      Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan, yang dalam sebagain peperangan kerajaan Turki Utsmani mengalami kekalahan.

2.      Faktor-faktor eksternal

a.       Munculnya gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk kepada kerajaan Turki Utsmani (saat berkuasa) akhirnya menyadari kelemahan kerajaan ini. Dengan demikian, ketika kerajaan tersebut melemah, mereka bangkit untuk melawannya.

b.      Terjadinya kemajuan teknologi di wilayah Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Dalam hal ini, kerajaan Turki Utsmani senantiasa mengalami kekalahan, karena mereka masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat, seperti Eropa, sudah menggunakan senjata yang lebih maju dan canggih.

 


 

C.    Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan dan Keruntuhan Islam di India Sebelum Abad XX

1.      Sejarah Masuknya Islam di India

Islam yang masuk ke India pada abad ke-7 disebarkan melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah melalui kegiatan perdagangan, kemudian mendirikan kerajaan dan sekaligus bersamaan dengan itu datang pula para penyebar Islam (da'i / muballigh) yang mendakwahkan agama Islam kepada masyarakat India. Dengan penyebaran Islam seperti itu, maka masyarakat Islam India waktu itu dapat dibagi menjadi dua: (1) golongan keturunan asing yang datang ke India membawa agama Islam; (2) golongan penduduk asli yang tadinya memeluk suatu agama tertentu kemudian masuk Islam melalui berbagai cara dakwah secara bertahap dalam periode tertentu.

Wilayah Asia selatan (dulu India) sudah terdapat dua golongan besar yang berbeda kepercayaan, yaitu Dravida mempercayai agama secara abstrak dan Aria secara nyata, sehingga terjadilah pertentangan pertentangan kepercayaan. Akibatnya, bangsa Dravida menjadi lemah dan ada yang ikut menganut kepercayaan bangsa Aria. Bangsa Aria yang lebih kuat memaksa bangsa Dravida untuk menganut kepercayaan mereka. Kemudian kepercayaan ini berkembang menjadi agama Brahmana (Hindu) yang melahirkan adanya kasta-kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatriya, Waisya dan Sudra

Pada zaman Nabi Muhammad saw Islam masuk ke kawasan Asia Selatan secara penetration pasifique melalui hubungan perdagangan di kota-kota pesisir pantai barat dan selatan. Pada waktu itu, kondisi sosial dan politik India sedang rapuh dengan terjadinya penindasan kaum kasta Brahmana terhadap kasta yang lebih rendah, juga terjadinya perebutan kekuasaan di antara raja-raja Hindu. Selanjutnya hubungan politik antara Arab dengan India sedang rapuh. Dalam kondisi yang demikian pasukan Islam di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim (semasa Khalifah al Walid I-datang membawa harapan bagi keselamatan orang yang tertindas melalui penerapan keadilan sosial yang memberi harapan baru. Mereka berdampingan memasuki tentara muslim. Kemudian mengucapkan setia kepada orang muslim. Islam di India dapat dibagi empat periode besar, yaitu: (1) awal masuknya Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai Dinasti Ghuri; (2) Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526 M; (3) Islam pada masa Dinasti Mughal 1526-1857 M; (4) Islam pada masa penjajah dan pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.

Awal masuknya Islam di India dapat dibagi dalam empat periode, yaitu periode Nabi Muhammad saw, periode Khulafaur-Rasyidin dan Dinasti Umayyah, periode Dinasti Ghazni dan periode Dinasti Ghuri. Pada masa Nabi Muhammas saw banyak orang dari suku Jat (India) menetap di Arab. Di antaranya, ada yang mengobati dan menyembuhkan Aisyah, istri Nabi Muhammad saw, kemudian menjadi khadimah-nya. Pada masa Khulafaur-Rasyidin, beberapa ekspedisi ke India melalui laut tidak berhasil karena tenggelamnya armada, di samping tentara Arab kurang ahli di laut. Invansi melalui laut selanjutnya dilarang oleh Umar bin Khaththab, tentara Arab berhasil mengoasai Kirman, Sizistan, sampai Mekran. Setelah itu tidak ada kemajuan yang berarti kecuali hanya investasi adat istiadat dan jalur menuju India. Pada masa Muawiyah ibn Abi Sufyan (dinasti Umayyah) tentara Islam hanya sampai Kabul (Sekarang ibu kota Afghanistan). Pada zaman Walid ibn Abdul Malik, terjadi drama pembajakan terhadap orang orang Islam di wilayah kekuasaan raja Dahir.

Di kalangan masyarakat Arab, India dikenal sebagai Sind atau Hindu. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam.

 

2.      Dinasti-Dinasti yang Pernah Berdiri di India

1)      Dinasti Ghazni (977-1186 M)

Cikal bakal kerajaan ini adalah sebuah kerajaan kecil yang berdaulat penuh dengan ibu kotanya Ghazni. Pendirinya adalah seorang hamba sahaya dari Kerajaan Turki yang dapat memerdekakan dirinya. Dan namanya adalah Alpitigin. Kemudian ia digantikan oleh menantunya yang bernama Sabaktigin (Mahmud Sabaktigin bin Alp Takin dari Ghazna). Dibawah pemerintahannya Kerajaan Ghazni semakin luas berkembang sampai Afganistan. Tokoh yang terkenal dari dinasti ini adalah Sultan Mahmud (9998-10330 M). Pengakuan dari Khalifah Baghdad, al-Qadir Billah, dengan memberi gelar Yamin al-Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al-Millah (orang kepercayaan agama) kepadanya oleh Mahmud dijadikan sebagai modal ekspedisi ke India sebanyak 17 kali yang semuanya dimenangkan, terutama pengoasaan Somnath di Khathiawar. Ibn al-Athir mengatakan baha orang Hindu menganggap keberhasilan Mahmud akibat kemarahan dewa-dewa Somnath. Untuk membuktikan kebohongan mereka, Mahmud memutuskan untuk menaklukkan Somnath.

Mengenai invansi Sultan Mahmud, ada tiga motif yang dipertentangkan yaitu agama, politik, dan ekonomi. Mahmud ditugaskan oleh Khalifah di Baghdad untuk menyebarkan Islam di India, memenangkan kalimat tauhid dan menghilangkan pengaruh syirik. Ia menghancurkan candi-candi hindu di Nagarkot, Somnath, dan tempat-tempat lain dan menggerakkan ribuan orang Hindu termasuk banyak raja untuk memeluk Islam.

Secara politis, motivasi Mahmud adalah untuk menaklukkan dan memperluas kekuasaan, serta mendirikan kerajaan Asia Tengah. Kenyataannya Mahmud masih puas dengan pengambilalihan Punjab dan beberapa tempat lain, seperti Sind dan Multan. Beberapa alasan politis juga memaksa Mahmud untuk menyerang India berulang kali. Dari segi ekonomi, Mahmud membutuhkan uang dan kekayaan India untuk membiayai propagandanya terhadap musuh-musuhnya di Asia Tengah dan untuk membangun Ghazni menjadi pusat kerajaan besar. Banyak harta kekayaan yang dibawanya dari India sehingga India terkenal ke seluruh dunia. Secara ekonomi, invansi itu mengakibatkan kekayaan India terkuras, di samping menopang kejayaan dan kebesaran Ghazni. Secara budaya ia membawa peradaban orang Hindu dan Islam saling tukar ide-ide dan pemikiran, serta secara tidak langsung membuka jalan bagi kemajuan Islam di India di masa mendatang.

 

2)      Dinasti Ghuri

Mu'izuddin Muhammad ibn Sam, lebih poluler dengan Muhammad Ghuri, mengoasai Ghazni pada tahun 1173 M. Setelah memperkuat dirinya di Ghazni, ia mengalihkan perhatian ke India. Faktor-faktor yang mendorongnya mengalihkan perhatian ke India anatara lain adalah gagalnya usaha mendirikan kerajaan di Asia Tengah dan ancaman dari sisa-sisa dinasti Ghazni di Punjab. Di samping itu tidak ada kesatuan politik di India. Dalam keadaan tersebut, Ghuri mendapatkan kesempatan emas bagi kesuksesannya.

Multan dan Sind berhasil dikuasai, tetapi ia mendapat kesulitan untuk menaklukkan India melalui jalur itu, sehingga mengalihkannya ke Punjab yang merupakan pintu masuk ke Hindustan. Punjab masuk dalam wilayah kekuasaannya dan sejak saat itu riwayat Dinasti Ghuri berakhir.

 

3)      Dinasti Khalji (1290-1320 M

Dinasti Khalji asal dari nama Khalj, daerah pegunungan di Afghanistan, dimana beberapa abad sebelumnya orang berkebangsaan Turki berdiam secara permanen. Mereka sangat berjasa dalam Islamisasi di Asia terutama di India. Salah seorang tentara dari Khalji menyelamatkan Muhammad Ghuri dari ambang maut, saat ia diserang oleh musuh dalam perjalanan pulang setelah kalah di Tarain I. Pada 1290 M, hilanglah dinasti awal kekuasaan Turki, dan setelah Balban wafat pada287 M, tidak ada orang kuat lagi yang dapat mempertahankan kekuasaan mereka, sehingga masuklah kekuatan baru dari Afghanistan, yaitu Dinasti Khalji.

Sultan pertama adalah Malik Firuz dengan nama Sultan Jalauddin Firuz (12990-1296 M) naik tahta. Sultan ini ketika naik tahta sudah berusi 75 tahun, tidak pernah bertindak tegas dan keras terhadap rakyat, kecuali terhadap seorang sufi dan ulama besar, yaitu Sidi Maula. la dibunuh dengan diinjak gajah di muka umum karena atas laporan mata-mata, Sidi mulai dicurigai akan bersaing kekuasaan dengan sultan. Zia al-Din Barani, Tarikh-e-Firuz Shahi menyatakan, bahwa tahun kematian Sidi Maulana ditandai dengan angin topan keras, memporak-porandakan kota Delhi dan banyak orang mati kelaparan di sana.

Sultan yang sangat memperhatikan siar Islam sudah lanjut usia, sesungguhnya tidak sanggup lagi memberikan perlawanan kepada orang mongol yang mendesak kedua kalinya. Oleh karena itu, yang paling terkenal dan kuat, Alauddin Khalji naik tahta dengan membunuh paman dan mertuanya sendiri, sultan Jalaluddin.

Alauddin merupakan seorang pengoasa yang ambisius. Sama halnya dengan Alexander II yang menghendaki mengoasai dunia, bahkan ia menginginkan menjadi Nabi, dengan alasan bahwa Nabi Muhammad saw memiliki empat Sahabat (Khulafaur-Rasyidin), ia juga memiliki empat Sahabat, yaitu Ulugh Khan, Ja'far Khan, Nusrat Khan dan Alap Khan. Alaul Mulk (paman dari ahli sejarah terkemuka Ziauddin Barani) memberi masukan kepada sultan, sebaiknya tinggalkan ambisi untuk mengoasai dunia, lebih baik mencurahkan pemikirannya untuk membangun India. Sebab Alexander Agung memiliki seorang wazir yang pandai dalam bidang pemerintahan dan disiplin ilmu pengetahuan yang lain, yaitu Aristoteles, sedangkan Sultan tidak memiliki penasehat sepandai itu.

Setelah ambisinya dilepas, Alauddin mulai berpikir tentang negara, Oleh karena itu, ia mulai memperbarui kekuatan militer. la berpendapat seorang pengoasa bisa bertahan dan berhasil apabila tentaranya kuat dan tidak boleh di tangan rakyat (pegawai dan tentara) memiliki banyak harta. Karena jika demikian mereka akan mudah berontak. Akhirnya sultan membatasi gaji pegawai dan tentara.

Pada tahun-tahun penghabisan hidup Sultan itu kesehatannya terganggu, ia lekas marah dan ketagihan minuman keras. Pemerintah diserahkan kepada panglima Malik Kafur, yang menaklukkan Deccan dan India selatan. Putera-putera sultan tidak ada seorangpun yang cakap. Dalam keadaan itulah Sultan meninggal dunia. Putra Sultan, Qutubuddin Mubarak Khalji (umur 17 tahun) berhasil merebut istana dan mengangkat dirinya jadi Sultan. Ia memerintah selama dua tahun selaku raja yang ganas dan buas. Mubarak Khalji adalah sultan pertama kali dari kesultanan Delhi yang menolak legitimasi dari khalifah Abbasiyah yang berpusat di Kairo. Diumumkan bahwa ia adalah pengoasa mutlak.

Sultan Mubarak dibunuh dan Khusru mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan nama Nasiruddin. Akan tetapi kenyataannya ia lebih buas lagi dari sultan yang digantinya. Delhi mengalami pemerintahan yang selama satu tahun memperkosa hak penduduk, kesopanan dan kehormatan dengan tidak ada bandingannya.

Setelah penindasan memuncak maka muncullah tokoh yang akan melepaskan rakyat dari penindasan, yaitu Ghazi Malik, seorang panglima Sultan yang mempertahankan batas utara dalam serangan bangsa Mongol yang mendesak Ike lembah India pada masa itu. Atas permintaan kaum ningrat ia terus datang dengan tentaranya ke Delhi. Khusru serta pengikutnya terbunuh dalam peristiwa tersebut dan akhirnya rakyat terbebas dari keganasan sultan Khusru. Akhirnya kesultanan tersebut diserahkan kepada Ghazi Malik dari Bani Tughlaq.

 

4)      Dinasti Tughlaq (1320/1414 M) Tahun 1320 M,

Dinasti Tughlaq didirikan oleh Ghazi Malik dari bangsa Turki yang mampu mengalahkan Dinasti Khalji. Ia merupakan pimpinan dari suku Qarauna yang berdiam di antara pegunungan Sind dan Turkistan. Ia seorang sultan yang saleh, suka menolong dan bersemangat. Ia paling membenci pejabat-pejabat yang korup.

Salah seorang raja dari Dinasti Tughlaq adalah Muhammad ibn Tughlaq yang terkenal tidak konsisten dalam memutuskan dekrit sehingga rakyat India, baik yang Islam, apalagi yang hindu tidak tahan lagi dan menyatakan merdeka. Rakyat tidak paham dengan gagasan sultan yang juga berambisi tinggi. Gagasan Muhammad ibn Tughlaq terkenal dengan gagasan lima butir yang terpuji, namun semuanya gagal. Gagasan tersebut adalah :

a)      Proyek pemindahan ibu kota dari Delhi ke Deogir, dengan alasan untuk mensejahterakan rakyat di daerah selatan dan mengislamkan daerah tersebut. Namun setelah pindah ke Deogir, ternyata Delhi dikuasai oleh para penjahat, oleh karena itu ia memutuskan untuk kembali.

b)      Ekspedisi ke Khurasan, Sultan juga seorang yang ambisius, namun persiapan selama setahun dengan merekrut 370.000 orang dibatalkan. Sultan bekerjasama dengan Termasirin (pengoasa Mongol) dan al-Nasir (pengoasa Mesir) untuk mengalahkan pemerintahan Khurasan yang dipimpin oleh Abu Sa'id. Namun usahanya ini gagal karena Termasirin telah berganti kekuasaan, sedangkan al-Nasir membelot kepada Abu Said.

c)      Usaha penaklukan Qarachil, sebuah tempat di utara India (kaki gunung Himalaya). Orang Mewat sering kali mengacaukan dan mengganggu keamanan di daerah tersebut. Sultan mengirim 100.000 pasukan tentara, namun usaha inipun gagal disebabkan tidak berhasil mendapatkan informasi kekuatan musuh yang benar. Di samping itu, cuaca buruk yaitu hujan es maka hampir seluruh tentaranya mati.

d)      Mencetak mata uang kertas, tetapi banyak dipalsukan oleh orang Hindu. Akhirnya uang tersebut ditarik kembali baik yang palsu maupun asli.

e)      Menambah pajak di daerah subur di Allahbad (Elahbad). Karena proyek-proyek gagal, maka ia menarik pajak untuk menutupi anggaran guna mengganti mata uang perunggu uang diganti dengan emas. Namun proyek ini mengalami kegagalan, karena para petani membakar sawah dan lari ke hutan disebabkan para petugas penarik pajak melipat gandakan pungutan pajak tidak sesuai dengan ketetapan Sultan. Hal tersebut akhirnya diketahui oleh Sultan. Ia mencari masyarakat ke hutan dan meminta maaf dan mengharapkan warga masyarakat untuk kembali ke daerahnya.

 

5)      Dinasti Lodi (1451-1526 M)

Sultan Lodi adalah satu-satunya raja Delhi yang berasal dari suku bangsa Pathan/Afghan, sultan-sultan Delhi yang lain adalah bangsa Turki, baik asli maupun campuran. Bahlul Lodi yang naik tahta pada 1451 M adalah seorang raja yang sangat pandai dalam keagamaan, bijaksana, bangsawan dan sangat mampu. Penaklukan Jaunpur adalah aksi yang menonjol semasa kepemimpinannya. Ia bertahta selama 38 tahun dan meninggal pada tahun 1389 M.

Nizam Khan, putera kedua Bahlul Lodi, menggantikannya dengan gelar Sikandar Lodi. Ia adalah seorang administrator yang ulung. Ia meninggal pada 1517 M setelah berhasil memimpin selama 28 tahun. Sikandar Lodi merupakan raja yang paling mampu dan paling besar dalam Dinasti Lodi. Ia memperluas kekuasaan ayahnya ke segala arah. la adalah seorang yang alim dan berusaha untuk hidup sesuai dengan hukum Islam. Ia terkenal dermawan, menyantuni rakyat miskin, dan yang membutuhkan. Ia juga seorang penulis puisi. Ia menulis puisi dengan nama samaran Gulruk. Ia juga teladan dalam ilmu pengetahuan dan memerintahkan penerjemahan karya Sanskerta dalam bidang obat-obatan ke bahasa Persia.

Setelah kematian Sikandar Lodi, puteranya, Iskandar Lodi naik tahta. Tetapi, terjadi pemberontakan dari adiknya sendiri, Jalal Khan. Selama kepemimpinannya, ia banyak menangkap dan memenjarakan bangsawan yang menentangnya. Hal ini memicu terjadinya pemberontakan. Beberapa wilayah menyatakan kemerdekaannya. Pada 1525 M, terjadi pertempuran sengit di Panipath I antara Babur dengan Ibrahim Lodi. Lodi terbunuh dan kekuasaannya beralih ke tangan Babur, yang mendirikan dinasti Mughal (1526-1857 M).

 

6)      Dinasti Mughal di India 1526-1857 M

Kerajaan Mughal merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam. Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh da rkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.

Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah al-Walid, dari Dinasti Bani Umayyah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan ibn Qasim.

 

Kerajaan Mughal di India, dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahirudin Muhammad, dikenal dengan Babur, yang berarti singa.1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, pengoasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika berusia 11 tahun. Ia berambisi dan. bertekad akan menaklukkan samarkand yang menjadi kota penting di Asia tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afganistan.

Babur hanya dapat menikmati usahanya merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M), maka pemerintahan diteruskan oleh putranya yang bernama Humayun. Pada masa kepeminpinannya juga terjadi peperangan. Salah satunya terjadi pada 1535 M di Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan. Humayun kalah dalam pertempuran tersebut. Pada peperangan yang kedua, kekalahan kedua dialami oleh Humayun, sehingga harta rampasan perang dikuasai oleh Sher Khan, Humayun melarikan diri, dalam pengembaraannya ia sempat menikah dengan putri Hamidah Banu Begum. Dalam pengembaraannya lahirlah seorang putra yang diberi nama Akbar Agung pada 23 Nopember 1542 M. Ia akhirnya mampu membenahi dan menghimpun sisa-sisa pasukannya. Humayun menghadap sultan Safawiyah yang bernama Shah Thamasp untuk meminta bantuan. Setelah disetujui ia pun berhasil menaklukkan kandahar dan Kabul.

Sementara itu setelah Sher Khan wafat pada tahun 1545 M, anak-anaknya tidak dapat memelihara pusaka kerajaan yang telah diwariskan. Mereka saling berebut kekuasaan sehingga kekuatan negara menjadi pecah. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Humayun untuk merebut kembali kekuasaan yang pernah diraihnya. Pada tahun 1555 M Lahore dapat ditaklukkan oleh Humayun. Ia pun melanjutkan perjalanan menuju Delhi. Di tengah jalan ia dihadang oleh pasukan Isykandar Syah, akan tetapi, Humayun dan pasukannya dapat melewati, dan Delhi pun dapat direbut kembali. Namun tidak berselang lama iapun wafat, tepatnya pada 24 Januari 1556 M.

Sepeninggal Humayun, putranya Muhammad diangkat menjadi raja dengan gelar Abu Fath Jalaluddin dan gelar yang paling terkenal adalah Sultan Akbar Agung. Ia menjadi raja terbesar di antara raja raja Mughal di India. Kekuasaannya hampir seluruh anak benua India. Pada awal mengoasai pemerintahan, ia diserang oleh sisa-sisa kerajaan Afgan yang masih berkuasa di Bihar, Ayudya, dan Bangla di bawah pimpinan Adil Khan. Namun akhirnya ia dapat dikalahkan oleh pasukan Akbar Agung dan mengaku tunduk padanya.

Sultan Akbar Agung dikenal sebagai pribadi yang jenius, bijaksana, ahli perang, dan administrator negara yang ulung. Selain itu, ia dikenal sebagai tokoh perbandingan agama. Prestasi ini disebabkan karena pemikirannya dalam konsep Din-e-Ilahi yang mengandung anasir dari berbagai agama yaitu Hindu, Budha, Jaina, Islam, Parsi, dan Kristen, Inti dari konsep tersebut adalah bahwa agama merupakan gejala dari masa tunduk kepada satu Dzat Yang Maha Kuasa. Menurut Sultan Akbar, agama tersebut pada hakekatnya adalah satu. Oleh karena itu perlu dicari jalan kesatuan inti agama, dan dia membuat agama baru yang disebutnya sebagai Din-e-Ilahi (1582 M), Selain itu ia juga mengajarkan ajaran yang disebut Sulh-e-kul, yang memiliki arti perdamaian universal.

Setelah Sultan Akbar wafat, ia digantikan oleh putranya Sultan Salim yang bergelar Jahanggir. Setelah Sultan Akbar wafat ajaran Din-e-Ilahi dipetieskan (dinyatakan terlarang, karena sebagian umat Islam menolak gagasan tersebut), dan akhirnya hilang dari peredaran. Jahanggir dijuluki sebagai raja pelukis dari para pelukis. Hal ini disebabkan karena karya-karya lukisannya yang sangat bagus. Jahanggir dinikahkan dengan putri Persia, bernama Mehruum Nisa', setelah menjadi permaisuri diberi gelar Nurjanah.

 

3.      Keruntuhan Islam di Mughal India

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal di India mengalami kemunduran pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:

a.       Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer segingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.

b.      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaaan uang negara.

c.       Pendekatan Aungrazeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.

d.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang orang lemah dalam bidang kepemimpinan. Faktor eksternal ditandai dengan banyaknya gerakan pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pimpinan kerajaan Mughal setelah kepemimpinan Aungrazeb, sehingga banyak wilayah kerajaan Mughal yang terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain:

1)      Kaum Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi dan kota Sirhind.

2)      Golongan Marata yang dipimpin oleh Baji Rao yang berhasil merebut wilayah Gujarat.

3)      Pada masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan Afghanistan.


Komentar

POPULER